Sabtu, 08 Maret 2014

Mesin Destilasi Bioetanol kapasitas 500 ltr/Hari.

Terbuat dari Drum . Mesin Destilasi Bioethanol I, 4Tungku (dengan 4X2 drum). Kapasitas 500ltr/8jam (destilasi I). Mesin Destilasi Bioethanol II (Pemurnian) 1 Tungku dengan 1 Tabung Stainless.
Mesin Produksi Bioetanol

PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN ALAT DESTILASI YANG SUDAH DIMODIFIKASI KEMBALI

Hola readers, saya kembali lagi nih untuk berbagi knowledge kepada kalian. seperti postingan sebelumnya, alat destilasi pertama yang saya buat benar-benar gagal total alias GATOT, heheh. Namun saya mencoba membuatnya kembali dengan desain yang berbeda tentunya. Ternyata kesalahan alat destilasi pertama yang dibuat, selang penyalur antara uap etanol menuju botol hasil destilat terlalu panjang, sehingga uap bukannya sampai ke dalam kondensor, melainkan uap hanya sampai pada selang tepat sebelum lubang kondensor. Nah oleh karena itu readers, etanol uang sudah mengembun malah tidak mau turun ke botol destilat heheh. Namun, alat destilasi yang sudah saya buat dengan desain berbeda pada praktikum berikutnya ini (sudah saya coba di laboratorium) ternyata berhasil mengeluarkan etanol dari sampel tapai yang sudah dibuat oleh saya dan teman-teman kelompok saya, ya walaupun hanya beberapa tetes sih heheh. yuk langsung CEK THIS OUT aja laporannya di bawah ini. Format laporannya sama yapp readers dengan laporan praktikum pada postingan sebelumnya. Namun pada postingan kali ini, karena alat destilasi yang saya buat berhasil maka saya akan menjelaskan juga cara pembuatan alatnya dengan cukup detail.
LAPORAN
PEMBUATAN BIOETANOL DARI TAPE HASIL FERMENTASI KETAN PUTIH DENGAN MENGGUNAKAN ALAT DESTILASI SEDERHANA
Senin, 30 September 2013

Dosen Pembimbing Praktikum :
Adi Riyadhi, Msi
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Bambang Veery                 (1112096000005)
Shofia Fithriani Sanusi   (1112096000007)
Shelviana                            (1112096000029)
Siska Permata Sari            (1112096000014)
Kimia 3 - A
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
1.   PENDAHULUAN
a.   Dasar Teori
Beras Ketan putih
Beras ketan putih (oryza sativa glutinosa) merupakan salah satu varietas padi yang termasuk dalam famili Graminae. Butir beras sebagian besar terdiri dari zat pati (sekitar 80-85%) yang terdapat dalam endosperma yang tersusun oleh granula-granula pati yang berukuran 3-10 milimikron. Beras ketan juga mengandung vitamin (terutama pada bagian aleuron),  mineral dan air. Komposisi kimiawi Beras Ketan Putih terdiri dari Karbohidrat 79,4 % ; Protein 6,7 % ; Lemak 0,7 % ; Ca 0,012 % ; Fe 0,008 % ; P 0,148 % ; Vit B 0,0002 % dan Air 12 %. Dari komposisi kimiawinya diketahui bahwa karbohidrat penyusun utama beras ketan adalah pati. Pati merupakan karbohidrat polimer glukosa yang mempunyai 2 struktur yakni amilosa dan amilopektin. Molekul amilosa merupakan rantai lurus yang masing-masing unit glukosanya dihubungkan oleh ikatan 1,4 alpha glukosidik. Molekul yang panjang dengan rantai lurus ini membentuk Struktur Heliks (Meyer , 1973). Rantai lurus amilosa terdiri atas 100-700 unit alpha D-glukosa dengan ikatan 1,4 alpha glukosidik (Tauber, 1949).
Amilopektin merupakan polimer glukosa yang memiliki banyak percabangan. Amilopektin disusun oleh 20-30 unit glukosa dengan ikatan 1,4 alpha glukosidik pada rantai lurus dan pada percabangan dihubungkan oleh ikatan 1,6 alpha glukosidik (Reed, 1975). Berdasarkan berat molekulnya diketahui bahwa amilopektin terdiri atas 1000 atau lebih unit glukosa. Amilopektin dengan struktur bercabang ini cenderung bersifat lengket. Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Beras Ketan hampir seluruhnya didominasi oleh amilopektin sehingga bersifat sangat lekat,
Struktur kimia amilopektin yang bercabang, menyebabkan struktur gel yang terbentuk lebih kompak dan lebih kuat dari pada amilosa. Menurut Winarno (1984) beras ketan tidak memiliki amilosa karena hanya mengandung 1-2% sehingga termasuk golongan beras dengan kandungan amilosa sangat rendah (< 9%). Berdasarkan pada berat kering, beras ketan putih mengandung senyawa pati sebanyak 90%, yang terdiri dari amilosa 1-2% dan amilopektin 88-89% . Pati yang banyak mengandung amilopektin (amilosa rendah), bila dimasak tidak mampu membentuk gel yang kukuh dan pasta yang dihasilkan lebih lunak (disebut ”long texture”). Sifat long texture tersebut menyebabkan kecenderungan sifat yang merenggang dan patah, sehingga menghasilkan tingkat pengembangan yang  lebih besar.
Bioetanol
Bioetanol berasal dari dua kata yaitu ”bio” dan “etanol” yang berarti sejenis alkohol yang merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan baku tanaman yang mengandung pati(etanol yang berasal dari sumber hayati.). Etanol merupakan senyawa organik  yang mempunyai gugus hidroksil (alkohol) yang mempunyai dua atom karbon (C2H5OH). Rumus kimia umumnya adalah CnH2n+1OH. Karena merupakan senyawa alkohol, etanol memiliki beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwarna (jernih), berfase cair pada temperatur kamar, mudah menguap berbau spesifik, dan dapat bercampur dalam air dengan segala perbandingan. serta mudah terbakar. Etanol dapat diperoleh melalui proses fermentasi biomassa. Oleh karena berbahan dasar biomassa, maka selanjutnya lebih dikenal dengan bioetanol. Bioetanol ini dapat dibuat dari ubi kayu, tetes tebu, atau jagung. Bioetanol ini bersumber dari gula sederhana, pati dan selulosa melalui proses fermentasi. Secara garis besar penggunaan etanol adalah : sebagai pelarut untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid, antiseptik dan sebagai bahan baku pembuatan eter dan etil ester, Etanol juga untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar (gasohol). Konversi biomasa menjadi bioetanol
Secara garis besar pembuatan bioetanol melalui tiga proses, yaitu :
·      persiapan bahan baku
·      fermentasi
·      pemurnian (destilasi)
Karena proses pembuatan bioetanol meliputi fermentasi dan berbahan dasar biomassa, maka bioetanol juga dapat diartikan sebagai cairan biokimia dari proses fermentasi gula (sumber karbohidrat) dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Salah satu fungsi alkohol adalah sebagai octane booster, artinya etanol mampu menaikkan nilai oktan secara positif terhadap efisiensi bahan bakar. Fungsi lain ialah oxigenating agent, yakni alcohol mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran bahan bakan dengan efek positif meminimalkan pencemaran udara. Karena bioetanol ini dapat dicampur dengan bensin sebagai bahan bakar, maka bioetanol juga dapat berfungsi sebagai penghemat bahan bakar fosil.
Mengingat pemanfaatan etanol/bioetanol beraneka ragam, maka grade etanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk bioetanol yang digunakan sebagai sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan, harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga etanol yang dibutuhkan untuk campuran kendaraan bermotor harus mempunyai grade sebesar 99,5-100%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi:
·      Keasaman (pH)
·      Mikroba
·      Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan. Pada suhu 10-30°C terbentuk alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal pada suhu itu
·       Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, sekali setiap 20 menit
·      Makanan (nutrisi)
·      Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang menyediakan: Energi biasanya diperoleh dari subtansi yang mengandung karbon. Nitrogen, Salah satu contoh sumber nitrogen yang dapat digunakan adalah urea.
Dalam pembuatan bioetanol diperlukan tahapan fermentasi, dimana sebelum di fermentasikan pati diubah menjadi glukosa alias karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, diperlukan bantuan enzim alfa-amilase. Pati kemudian diurai oleh enzim beta-amilase menjadi glukosa. Setelah itu, glukosa difermentasi dengan ragi dan ditambahkan NPK dan Urea agar menjadi etanol.
Destilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Bahan yang akan didestilasikan pada drum pemasakan tidak boleh penuh, melainkan harus menyediakan sedikitnya 10% ruang kosong dari kapasitas penuh drum pemasakan pada drum pemasakan.
Destilator adalah alat yang digunakan dalam proses produksi bioetanol. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, alat ini bekerja berdasarkan perbedaan titik didih (air dan etanol). Ketika bahan dipanaskan, etanol akan terlebih dahulu menguap daripada air karena etanol mempunyai titik didih yang lebih kecil (780C), sedangkan air mempunyai titik didih mencapai 100 0C. Destilator ini terdiri atas tiga bagian utama yaitu tempat bahan, pipa aliran uap, dan pipa keluaran.
Ketika dipanaskan, etanol akan menghasilkan uap yang kemudian akan melewati pipa aliran. Hal ini dimaksudkan agar suhu etanol kembali menurun (mengembun) sehingga kembali pada fase cair dan selanjutnya akan mengalir menuju pipa keluaran untuk ditampung. Dengan beberapa kali pengulangan akan diperoleh etanol berkadar 95%-95,5%. Etanol dengan kadar ini sudah dapat digunakan oleh berbagai industri alkohol. Alat yang paling sering digunakan untuk melihat kadar ini adalah hidrometer alkohol. Penggunaan alkohol meter sangat sederhana, pertama masukkan bioetanol ke dalam gelas ukur atau tabung atau botol yang tingginya lebih panjang dari panjang alkohol meter. Kemudian masukkan batang alkohol meter ke dalam gelas ukur. Alkohol meter akan tenggelam dan batas cairannya akan menunjukkan berapa kandungan alkohol di dalam larutan tersebut.
b.   Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah menghasilkan etanol dari ketan putih hasil fermentasi.

2.   METODE PRAKTIKUM 
a.   Alat dan Bahan 
·      Alat :1 set alat destilasi sederhana, wadah, water bath
·      Bahan : Air tape ketan putih, air dingin.
b.   Cara Kerja
  •     Pembuatan Alat Destilasi Sederhana
    Langkah pertama adalah memilih jenis kaleng bekas yang ukurannya sesuai untuk dijadikan kondensor (tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil). Kaleng bekas tersebut kemudian dilubangi bagian sisi atas (kira-kira 3 cm ke bawah dari tutup kaleng) dan bagian sisi bawah (3-4 cm ke atas dari bagian dasar kaleng). Sebuah batang aluminium disiapkan sebagai saluran pendingin uap (ukuran panjang batang aluiminium tersebut harus disesuaikan dengan tinggi tabung antara lubang bagian atas dan bagian bawah). Untuk menyesuaikannya dapat menggunakan perhitungan phytagoras agar kemiringan batang aluminium tepat. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat review berikut :

               Apabila batang aluminium sudah tepat terpasang dengan masing-masing ujung lubang atas dan bawah, maka pastikan bahwa lubang bagian atas dan bawah tersebut tidak terlihat lubang (agar kondensor tidak bocor ketika diisi air). Caranya adalah dapat menggunakan perekat/lem cair pada sekeliling lubang masuk dan lubang keluar bagian luar. Ujung-ujung lubang masuk dan lubang keluar disambungkan sedemikian rupa dengan selang tambahan. Selang tambahan pada lubang masuk untuk menghubungkan kondensor dengan kaleng pemanas sampel, dan selang tambahan pada lubang keluar untuk menuju tempat/wadah hasil destilat. Susunan alat ini sedemikian rupa sehingga tampak seperti gambar foto berikut:

                 Untuk bagian gelas penyangga, hanya sebuah modifikasi agar air dingin di dalam kondensor tidak bocor(jika terjadi sedikit kebocoran maka air akan masuk ke dalam wadah gelas penyangga). Jika susunan alat destilasi sederhana sudah dibuat seperti gambar di atas, air dingin dapat dimasukkan ke dalam kaleng kondensor dengan membuka tutup kaleng bagian atas, sampel dimasukkan ke dalam kaleng pemanas/labu destilasi dan sampel siap untuk disuling.
  •      Proses Destilasi Sampel
   
3. HASIL PENGAMATAN 

    Hasil destilat yang diperoleh pada penyulingan etanol dari sampel adalah sebesar 5 ml   destilat dari 25 ml sampel air tapai. Foto berikut memperlihatkan pengujian keberadaan etanol pada hasil destilat dengan cara membakar hasil destilat dengan api sehingga dihasilkan api berwarna biru muda:

 4. PEMBAHASAN
      Percobaan penyulingan etanol dari sampel air tapai ini menggunakan alat destilasi sederhana yang dibuat dari bahan-bahan bekas yang tak terpakai dengan sedikit modifikasi, termometer dan pemanas listrik. Sampel air tapai yang sudah dibuat dimasukkan ke dalam kaleng pemanas, kemudian bagian tepi pentutup kaleng pemanas sampel disekat dengan aluminium foil agar tidak ada uap yang keluar. Besar temperatur harus dijaga pada kisaran 78 derajat celcius. Hal ini dimaksudkan agar uap etanol tidak cepat menguap dimana dapat menyebabkan uap etanol habis tanpa sempat terembunkan. Alasan lain yaitu agar air yang terdapat di dalam sampel tidak ikut menguap dan bercampur dengan destilat sehingga kemurnian etanol tetap terjaga.
  
       Proses destilasi ini dilakukan selama kurang lebih 1 jam sehingga diperoleh destilat di dalam wadah hasil destilat (praktikan menggunakan gelas arloji). Hasil destilat tersebut kemudian diuji dengan cara diberi/disulutkan api sehingga terbakar menghasilkan warna biru muda seperti pada foto yang dicantumkan pada hasil pengamatan. 

       Awalnya terjadi masalah pada alat ini, yaitu uap etanol tidak cepat naik mengalir ke selang penghubung lubang masuk-kondensor pada temperatur 78 derajat celcius. Namun, ketika temperatur dinaikkan menjadi 85-90 derajat celcius uap dapat naik dan mengalir ke dalam kondensor. Kenaikan temperatur ini tentunya mengurangi kemurnian dari hasil destilat karena diasumsikan pada kisaran temperatur tersebut, uap air sudah mulai ikut menguap bersama dengan uap etanol walaupun pada jumlah yang relatif sedikit. Sulitnya uap etanol agar cepat menuju kondensor mungkin dikarenakan selang konektor lubang masuk-kondensor dipasang secara melengkung sehingga membentuk jarak yang cukup jauh dibandingkan jika selang konektor tersebut dipasang lurus.

       Pada percobaan ini tidak dilakukan penentuan kadar etanol yang dihasilkan karena penentuan kadar etanol pada sampel ini sudah dicoba sebelumnya pada praktikum kimia fisika I dengan sampel yang sama. Pada percobaan tersebut diperoleh bahwa bobot jenis dar sampel air tapai ini adalah 1,045 dengan bobot jenis etanol yang terkandung dalam sampel sebesar 0,994. Berdasarkan Tabel Daftar Bobot Jenis dan Kadar Etanol Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, pada bobot jenis 0,994 sampel memiliki kadar etanol sebesar 14,11 % v/v. Kadar ini masih dikatakan belum mencapai tujuan percobaan karena masih sangat kecilnya kadar etanol yang diperoleh sehingga alat destilasi yang sudah dibuat ini harus disempurnakan kembali.

5. KESIMPULAN
     
    Hal-hal yang dapat disimpulkan dari percobaan ini adalah:
  1. Volume etanol/hasil destilat yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebesar 5 ml dari 25 ml air sampel
  2. kadar etanol yang diperoleh (berdasarkan percobaan pada praktikum kimia fisika I dengan sampel yang sama) adalah sebesar 14,11 % v/v 
  3. Alat destilasi sederhana yang digunakan pada percobaan kali ini harus lebih disempurnakan kembali agar dapat memurnikan etanol sampai semurni-murninya 
 DAFTAR PUSTAKA
- Anonymous. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20274/4/Chapter%20II.pdf
- Depkes RI. 1979.Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
- Harahap, Hamidah. 2003. Karya Ilmiah Produksi Alkohol. Medan: Universitas Sumatra Utara
      Naahhh readers, itulah laporan percobaan PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN ALAT DESTILASI YANG SUDAH DIMODIFIKASI KEMBALI yang dilakukan oleh saya dan teman-teman kelompok saya. kalo readers punya banyak kaleng-kaleng/alat-alat bekas yang sudah tak terpakai, lebih baik coba dipakai untuk membuat alat destilasi seperti yang dibuat oleh saya dan kelompok saya. kalo GRATIS, kenapa enggak heheh. tapi inget lho readers alat yang sudah kami buat ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang harus disempurnakan kembali. ada info lagi nih readers, ternyata etanol dengan kadar 50 % saja sudah dapat digunakan untuk menyalakan kompor lho, apalagi dengan kadar 95 %, maka bisa dicampur ke dalam bensin kendaraan bermotor yang kita digunakan lho readers (wah untung banget nih buat para bikers heheh), tentunya dengan perbandingan 10 % etanol berkadar 95 % dari bensin yang kita gunakan. So simpelnya, kalo readers make bensin 1 liter, maka etanol 95 % yang ditambahkan cukup 10 %-nya aja dari 1 liter bensin, dan itu sudah cukup membuat bahan bakar kita lebih irit dan lebih ramah lingkungan lho readers. Nah, karena itu alat destilasi yang hebat dan sesempurna mungkin bakal menunjang penyulingan etanolnya sampai berkadar 95 %. 
     Ayo dong readers juga iseng-iseng membuat alatnya juga, tentunya dengan prinsip imajinasi dari para readers ya biar lebih puas heheh. Postingan berikutnya yang bakal saya tulis adalah PEMBUATAN ETANOL DARI BUAH-BUAHAN BUSUK. So, tetep tongkrongin blog ini terus ya readers dan tetap berkarya buat INDONESIA heheh..............

Pembuatan Alat Destilasi Sederhana yang Efektif

Tujuan Praktikum
Praktikan dapat menciptakan alat destilasi sederhana yang efektif.
Teori Dasar 
Destilasi merupakan salah satu topik mata pelajaran kimia yang telah di pelajari dari sekolah menengah atas. Destilasi adalah seni memisahkan dan pemurnian dengan menggunakan perbedaan titik didih. Di zaman dulu, destilasi digunakan untuk mendapatkan ekstrak tumbuhan yang diperkirakan dapat sebagai sumber kehidupan. Teknik destilasi kemudian ditingkatkan ketika kondensor (pendingin) diperkenalkan. Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip destilasi dapat digunakan dalam pembuatan minyak kayu putih, penyulingan air besih, dan pemisahan bio etanol dari campurannya.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan alat destilasi sederhana ini adalah gergaji, penangas air, gelas beaker, termometer, penyangga.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan alat destilasi sedarhana adalah pipa paralon plastik berdiameter 0,5 inchi, 2 botol kaca berukuran (besar & kecil), lem pipa paralon.
Metode Praktikum 
  1. Pipa plastik berdiameter 0,5 inchi dipotong menjadi 3 bagian dengan masing-masing ukuran sepanjang 30 cm, 15 cm, dan 5 cm dengan gergaji. 
  2. Pipa plastik tersebut disambung-sambung dan dibentuk seperti pada gambar. 
  3. Disiapkan dua buah botol kaca, lalu dimasukkan pipa plastik tersebut kedalam mulut botol. 
  4. Disiapkan penanggas air. Lalu dipanaskan gelas beaker yang berisi air diatas penangas air. 
  5. Disisi lain disiapkan gelas beaker yang berisi air dingin sebagai pendinginnya. 
  6. Dan disiapkan termometer untuk mengukur suhu yang terjadi pada saat pemanasan berlangsung. 
  7. Rangkaian alat pada saat digunakan seperti pada gambar.
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3


Pembahasan
Pada proses pembuatan alat destilasi sederhana ini ada beberapa kesulitan yaitu pada bagian penyesuaian ukuran bahan-bahan dengan alat-alat yang ada. Namun alat destilasi sederhana yang kami buat dirasa sangat efektif dalam mendestilasi alkohol.
Simpulan
  1. Alat destilasi sederhana yang kami buat bisa berlajan efektif.  
  2. Alat ini dapat menghasilkan alkohol dari sampel 100 ml air tape ketan hitam dalam jangka waktu 60 menit sebanyak 2,5 ml.
  3. Semoga bisa menjadi rekomendasi dari sisi kesederhanaan dan keefektifannya.

RANCANG BANGUN ALAT DESTILASI BIOETHANOL BERPENDINGIN AIR MENGGUNAKAN SUMBER PEMANAS ELEKTRIK1


Muhammad Makky2, Novialdi3, Dinah Cherie2
1 Penelitian Dibiayai Oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun Anggaran 2009, No. kontrak induk 120/H.16/PL/HB.PSN/IV/2009 berdasarkan DIPA Universitas Andalas NO. 0191.0/023-04.2/III/200
2 Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas
3 Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.
Keterbatasan akses ke energi komersial telah menyebabkan pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi Nasional. Data dari dokumen HDI (Human Development Index) tahun 2005 menyebutkan bahwa konsumsi tenaga listrik/orang di Indonesia masih 463 kWh/cap. Angka ini masih di bawah negara tetangga kita Malaysia, (3.234 kWh/cap), Thailand (1.860 kWh/cap), Filipina (610 kWh/cap), dan Singapura (7.961 kWh/cap).
Sumberdaya energi primer baik energi fosil maupun energi terbarukan yang ada di Indonesia saat ini dapat ditunjukkan dalam tabel 1 berikut. Sumber energi terbarukan, antara lain panas bumi, biomasa, energi surya dan energi angin relative cukup besar. Penggunaan energi sampai saat ini secara ekonomi juga belum optimal, hal ini ditunjukkan oleh elastisitas penggunaan energi yang masih di atas 1 (satu) dan intensitas pemakaian energi yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas rerata dari negara ASEAN. Indonesia memerlukan energi sekitar 4,1 kg setara minyak untuk menghasilkan setiap $1 GDP (GDP per unit of energy use 2000 PPP US$ per kg of oil equivalent). Sedangkan negara-negara lainnya memerlukan kurang dari angka tersebut untuk menghasilkan GDP yang sama.
Kondisi kehidupan yang bergantung pada BBM import yang semakin besar, harga minyak yang cenderung meningkat, subsidi yang sulit dihentikan, dan penggunaan energi yang sangat boros, serta pertumbuhan penduduk masih tinggi, akan membawa kehidupan ke berbagai permasalahan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Apabila kondisi buruk ini (doomsday) terjadi, maka akan sulit untuk memperbaikinya.

Tujuan yang ingin dicapai pada pelaksanaan ini adalah menghasilkan alat destilasi bio ethanol yang dilengkapi dengan sistem pendingin air dan menggunakan sumber energi listrik
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada laboratorium bengkel, jurusan teknik pertanian, Universitas Andalas dari bulan Juni 2009 sampai dengan Oktober 2009.
Desain alat-alat mesin pertanian meliputi pemahaman terhadap variabel kondisi lapangan dan faktor lain yang mempengaruhi kinerja mesin  termasuk lingkungan dan ergonomik.  Mesin dalam operasional harus dapat dipercaya, ekonomis dan memiliki kenyaman kerja oleh petani.  Analisa desain melibatkan aplikasi dari teori  hukum mekanik, kekuatan bahan dan prinsip-prinsip perekayasaan lainnya disamping pemahaman terhadap soil karakteristik, morfologi tanaman.  Perancang mesin-mesin pertanian harus mengintegrasikan analisa desain dan hasil investigasi eksperimen yang mana mesin tersebut mudah dalam pembuatan, mudah perawatan, ketersedian material.  Selanjutnya dikatakan desain alat mesin pertanian melibatkan multi disiplin yaitu produk desain, pengembangan, pengujian dan modifakasi sebelum produksi untuk komersial.
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O (C6H10O5)n —————N C6H12O6 (2)
Enzyme (pati)         (glukosa)
(C6H12O6)n —- 2 C2H5OH + 2 CO2. (3)
(glukosa)      yeast (ragi)     (ethanol)
Selain ethanol/bio-ethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bio-ethanol dari selulosa tidak perlu direkomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bio-ethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan.
Definisi kadar alkohol atau ethanol/bio-ethanol dalam % (persen) volume adalah “volume ethanol pada temperatur 15 0C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan ethanol pada temperatur tertentu (pengukuran).“ Berdasarkan BKS Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5 0C dan kadarnya 95,5% pada temperatur 27,5 0C atau 96,2% pada temperatur 15 0C (Wasito, 1981).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagai bahan baku BBN singkong diolah menjadi bio-etanol pengganti premium. Singkong merupakan salah satu sumber pati. Pati merupakan senyawa karbohidrat yang komplek. Sebelum difermentasi pati diubah menjadi glukosa,karbohidrat yang lebih sederhana. Dalam penguraian pati memerlukan bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan ini akan menghasilkan enzim alfaamilase dan glikoamilase yang akan berperan dalam mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana. Setelah menjadi gula baru difermentasi menjadi etanol.
Sebelum difermentasi menjadi etanol pati yang dihasilkan dari umbi singkong terlebih dahulu diubah menjadi glukosa dengan bantuan cendawan Aspergillus sp. Melakukan destilasi atau penyulingan untuk memisahkan etanol dari air dengan cara memanaskan pada suhu 78° C atau setara titik didih etanol sehinnga etanol akan menguap dan mengalirkannya melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
Gambar 1. Proses Destilasi Pemurnian Ethanol
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut diperlukan etanol dengan kadar 99% atau disebut etanol kering sehingga memerlukan destilasi absorbent. Destilasi absorbent dilakukan dengan cara etanol 95% dipanaskan dengan suhu 100° C sehingga etanol dan air akan menguap. Uap tersebut dilewatkan pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga hingga diperoleh etanol dengan kadar 99 %. Sepuluh liter etanol 99% membutuhkan 120 – 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.
Gambar 2. Proses Destilasi Lanjutan Untuk Menghasilkan Fuel Grade Ethanol
Pada penelitian ini, telah dihasilkan alat destilasi sederhana yang memiliki pengaturan suhu menggunakan dimer dan termostat, yang dilengkapi dengan system pendingin air
Gambar 3. Hasil Rancang Bangun Alat Destilasi Bio-Ethanol Sederhana
Alat yang dihasilkan mampu menampung bahan yang akan didestilasi sebanyak 1500ml, dan dilengkapi dengan pengatur suhu, Thermostat dan dimmer, sehingga suhu proses  destilasi dapat diatur secara manual. Alat dilengkapi dengan pemanas elektrik berdaya 350 watt, alat juga dilengkapi dengan system pendingin air untuk menurunkan suhu uap ethanol pada proses destilasi. Walaupun demikian, Hasil destilasi bioethanol yang diperoleh masih belum optimal.  Hal ini disebabkan kadar Air pada larutan masih tinggi. Kadar bio ethanol yang didestilasi menggunakan alat ini dapat ditingkatkan hingga diperoleh kadar alcohol sebanyak 60%. Namun demikian, kapasitas alat ini kurang memadai, dimana kapasitas kerjanya adalah 6 liter/jam.
Pada penelitian ini, pembuatan Bio Etnol dilakukan dengan menggunakan bahan baku Singkong, Jagung dan Tebu
KESIMPULAN DAN SARAN
Bio Ethanol yang dihasilkan pada penelitian ini terbuat dari bahan baku singkong, Tebu dan jagung, di olah menggunakan cara tradisional sehingga dapat diterapkan di daerah setempat tanpa membutuhkan peralatan khusus. Pada proses fermentasi digunakan Ragi Saccharomyces yang banyak tersedia di masyarakat. Proses fermentasi dilakukan dengan metode pasteurisasy, lalu ditambahkan ragi yang mengandung Saccharomyces. Bioethanol terbentuk setelah fermentasi berjalan 5 hari, lalu di destilasi untuk meningkatkan kadar ethanol dalam larutan. Rata-rata dari 10 kilogram bahan baku diperoleh 3 liter Bio Ethanol berkadar ±60%, yang dapat dipergunakan sebagai pengganti minyak tanah pada kompor dan lampu Bio Ethanol.
Destilasi dilakukan menggunakan alat destilasi yang telah di sesuaikan dengan proses destilasi Bio Ethanol. Alat destilasi yang dihasilkan mampu menampung bahan yang akan didestilasi sebanyak 1500ml, dan dilengkapi dengan pengatur suhu, Thermostat dan dimmer, sehingga suhu proses  destilasi dapat diatur secara manual. Alat dilengkapi dengan pemanas elektrik berdaya 350 watt, alat juga dilengkapi dengan system pendingin air untuk menurunkan suhu uap ethanol pada proses destilasi. Walaupun demikian, Hasil destilasi bioethanol yang diperoleh masih belum optimal.  Hal ini disebabkan kadar Air pada larutan masih tinggi. Kadar bio ethanol yang didestilasi menggunakan alat ini dapat ditingkatkan hingga diperoleh kadar alcohol sebanyak ±60%. Namun demikian, kapasitas alat ini kurang memadai, dimana kapasitas kerjanya adalah 6 liter/jam.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja K, Hikmat  H. 2001. PRA : Participatory Research Appraisal Dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press
Alwi T. 2000. Kebijaksanaan Pengembangan Masyarakat Daerah Berbasis Teknologi Pertanian. Di dalam bahan Seminar Nasional : Peranan Teknologi Pertanian untuk Mendukung Otonomi Daerah. Bogor. 24 Oktober 2000. IPB Bogor.
Ardi, N. 2002. Pemberdayaan Kelembagaan Adat dalam Meningkatkan Produktifitas Lahan Komunal dan Implementasinya terhadap Perkembangan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Tanah Datar. [tesis]. Bogor :  Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Arief Yudiarto. 2007. Periset di Balai Besar Teknologi Pati. Trubus
Aneka Industri. 2009. http://www.aneka_industry.com
Badan Agribisnis Deptan, Fakultas Pertanian IPB. 1999. Model Pengembangan Agribisnis-Agroindustri Wilayah di Propinsi DT I Sulawesi Tenggara. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupten Solok. 2004. Kabupaten Solok Dalam Angka 2004. Aro Sukarami. BPS Solok.
BPPT. 2005. Kajian Lengkap Prospek Pemanfaatan Biodiesel Dan Bioethanol Pada Sektor Transportasi Di Indonesia. Jakarta.
Balai Besar Teknologi Pati-BPPT. 2005. Kelayakan Tekno-Ekonomi Bio-Ethanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan. Jakarta.
Bappeda Sumbar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Barat. 2000. Konsep Pengembangan Ekonomi Rakyat di Sumatera Barat Tahun 2000-2004. Padang, Bappeda Sumbar
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (PEN) 2005 – 2025, Departemen Energi Sumber Daya Mineral
C Tri Kusumastuti. 2007. Singkong Sebagai Salah Satu Sumber Bahan Bakar Nabati (BBN). UNIVERSITAS GADJAH MADA. Yogyakarta
Daryanto A. 2004. Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagai Modal Sosial Pembangunan. http://www.mma.ipb.ac.id/agrimedia/ [02-07-2006]
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2005. Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Jakarta
Departemen Pertanian. 2005. Program Kerja Revitalisasi Pertanian
Duryatmo, S. 2008. Kilang Minyak Diteras Rumah. Trubus Edisi 463. Juni 2008. XXXIX. Jakarta
Gede Wenten. 2009. Terowongan Pengatrol Kadar Etanol. Teknologi Kimia Institut Teknologi Bandung.
Harun AM, Adi S. 2002. Penerapan Teknologi Madya Dalam Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Pertanian (Agroindustri). Di dalam : Sudaryanto T, Rusastra IW, Syam A, Ariani M, editor : Analisis Kebijakan : Paradigma Pembangunan dan Kebijakan Pengembangan Agroindustri. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Indyah Nurdyastuti. 2006. Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak, TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL. Jakarta
Kebijakan Energi Nasional 2003 – 2020, Departemen Energi Sumber Daya Mineral, 24 Februari 2004.
Kajian Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Indonesia Tahun 2020, Kementerian Negara Riset dan Teknologi – Komite Nasional Indonesia-World Energy Council (KNI-WEC)
Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional IPTEK 2005 – 2009, Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Kementerian Negara Ristek RI. 2006. BUKU PUTIH Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025. INDONESIA 2005 – 2025. Jakarta
Lukman M Baga. 2007. Penguatan Kelembagaan Koperasi Petani Untuk Revitalisasi Pertanian
Örtengen K. 2003. The Logical Framework Approach.Stockholm. Swedish International Develepment Cooperation Agency. http://www.sida.se/publications [08-05-2005]
Prihandana, R., dkk. 2007. Bio Ethanol Singkong: Bahan Bakar Masa Depan. Agromesia Pustaka. Jakarta
Sutijastoto. 2005. Kebijakan Energi Mix. Jakarta
Syahyuti. 2007. Analisa Strategi Pengembangan Kelembagaan Pembangunan Pertanian Dalam Rancangan RPPK 2005-2025. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor
Vina Fitriani. 2008. Trubus
Visi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2025, Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Wayan Suarja. 2007. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Program Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Usaha Menengah. Konvensi Nasional Media Massa Se Indonesia. Samarinda
Wikipedia. 2009. http://www.wikipedia_indonesia.co.id
Yuli Setyo Indartono. 2006.  ”Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Bio Energy. Divisi Teknologi Energi INDENI. Graduate School of Science and Technology, Kobe University, Jepang
Zen. 2009. Petromax lantern: BriteLyt multi-fuel Lanterns and Stoves. http://www.petromax.com. USA

Jumat, 07 Maret 2014

Bahan bakar etanol di Brasi

Bahan bakar etanol di Brasil

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

6 contoh mobil di Brasil yang berbahan bakar fleksibel dari beberapa pabrikan mobil. Mobil ini dapat menggunakan campuran etanol dan bensin.
Brasil adalah negara dengan produksi bahan bakar etanol kedua terbesar di dunia, sekaligus pengekspor terbesar bahan bakar etanol. Brasil dan Amerika Serikat memimpin dalam jumlah produksi bahan bakar etanol. Kedua negara ini memproduksi 87.8% produksi etanol industri dunia pada tahun 2010.[1][2] Pada tahun 2010, Brasil memproduksi 26,2 miliar liter (6,92 miliar galon AS) bahan bakar etanol, 30,1% dari jumlah etanol dunia yang digunakan untuk bahan bakar.[1]
Brasil dianggap sebagai negara yang pertama kali memberlakukan ekonomi bahan bakar bio secara berkelanjutan serta dianggap juga sebagai pemimpin industri bahan bakar bio.[3][4][5][6] Negara ini dijadikan model bagi beberapa negara lain, dan etanol dari gula yang dihasilkan negara ini merupakan model bahan bakar alternatif paling sukses sampai saat ini.[7] Hanya, beberapa penulis menganggap bahwa suksesnya etanol di Brasil itu disebabkan karena teknologi pertaniannya yang maju, disertai dengan luas lahan yang besar, sehingga program yang ada di Brasil ini hanya cocok dipraktekkan di beberapa negara tropis di Amerika Latin, Karibia, dan Afrika[8][9][10]

Brasil memiliki bahan bakar etanol yang tersebar di seluruh negara ini. Di gambar ini terlihat sebuah pom bensin milik Petrobras di São Paulo yang menyediakan 2 tipe bahan bakar, ditandai dengan A untuk etanol dan G untuk bensin.
Program bahan bakar etanol di Brasil yang sudah berjalan selama 30 tahun berasal dari teknologi pertanian gula paling efisien di dunia.,[11] Mereka menggunakan peralatan yang modern dan tebu yang murah sebagai bahan mentah, selain itu ampas tebu juga digunakan untuk menghasilkan panas dan tenaga, yang akhirnya menghasilkan harga yang sangat kompetitif, dengan hasil yang sepadan.[5][12] Pada tahun 2010, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat menetapkan etanol gula tebu di Brasil sebagai bahan bakar bio paling maju karena mereka dapat mereduksi 61% dari total siklus hidup emisi gas rumah kaca.[13][14]
Saat ini, tidak ada lagi kendaraan kecil di Brasil yang hanya menggunakan bahan bakar bensin saja. Sejak tahun 1976, pemerintah mewajibkan semua mobil di Brasil harus bisa menggunakan bahan bakar campuran etanol dengan bensin, yang besarannya beragam, mulai dari 10% sampai 22%.[15] Mobil-mobil dengan mesin bensin biasa harus dikonfigurasi kembali, tapi hanya minor saja. Tahun 1993, pemerintah mewajibkan campuran etanol dalam bahan bakar dinaikkan menjadi 22% (E22). Pada tahun 2003, batasan ini ditetapkan menjadi minimum 20% dan maksimumm 25%. [16] Sejak tanggal 1 Juli 2007, peraturannya diubah lagi menjadi 25% etanol dan 75% bensin.[17] Kemudian, pada bulan April 2011, batasan bawahnya diubah menjadi 18%, disebabkan karena jumlah persediaan etanol berkurang dan harganya tinggi.[18]
Industri mobil di Brasil mengembangkan kendaraan bahan bakar fleksibel yang dapat menggunakan campuran etanol beragam, antara 20-25% (E20-25) sampai yang memakai bahan bakar etanol saja (E100).[19] Mulai diperkenalkan pada tahun 2003, kendaraan berbahan bakar fleksibel ini laris di pasaran.[20] Pada tahun 2009, mobil berbahan bakar fleksibel mencatatkan pangsa pasar 92.3% dari seluruh penjualan mobil dan truk kecil baru.[21]

Sejarah

Sejarah evolusi campuran bahan bakar etanol yang digunakan di Brasil
(1976–2010)
Tahun Campuran
etanol
Tahun Campuran
etanol
Tahun Campuran
etanol
1931
E5
1989
E18-22-13
2004
E20
1976
E11
1992
E13
2005
E22
1977
E10
1993-98
E22
2006
E20
1978
E18-20-23
1999
E24
2007[15][17]
E23-25
1981
E20-12-20
2000
E20
2008[17]
E25
1982
E15
2001
E22
2009
E25
1984-86
E20
2002
E24-25
2010
E20-25[22]
1987-88
E22
2003
E20-25
2011
E18-25[18]
Sumber: J.A. Puerto Rica (2007), Table 3.8, pp. 81–82[15]
Catatan: Pengurangan dari E25 menjadi E20 di tahun 2010 hanya berlangsung sementara saja
antara bulan Februari dan April.[22] Di bulan April 2011, batas campuran bawah
diturunkan menjadi E18.[18]
Tebu sudah ditanam di Brasil sejak tahun 1532, semenjak gula adalah saah satu komoditas pertama yang diekspor ke Eropa oleh orang-orang Portugis.[23] Tebu digunakan pertama kali sebagai bahan bakar etanol di akhir 1920-an dan awal 1930-an, dengan masuknya mobil pertama kali ke negara itu.[24] Produksi bahan bakar etanol mencapai puncak selama Perang Dunia II, dan karena kapal selam Jerman menghancurkan pasokan minyak, maka campuran etanol sebagai bahan bakar meningkat sampai 50% di tahun 1943.[25] Setelah perang usai, harga minyak yang murah menyebabkan campuran etanol pada bahan bakar hanya digunakan secara sporadis, kebanyakan hanya dipakai untuk mengambil keuntungan dari surplus stok gula di negara itu.[25] Di tahun 1970-an, tepatnya saat Krisis minyak 1973, pasokan minyak berkurang dan kesadaran publik akan pemenuhan energi sendiri kembali meningkat.[24][25] Sebagai hasilnya, pemerintah Brasil mulai mempromosikan bioetanol sebagai bahan bakar. Program Alkohol Nasional -Pró-Álcool- (bahasa Portugis: 'Programa Nacional do Álcool'), diluncurkan pada tahun 1975, merupakan program nasional yang dibiayai oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Etanol ini diproduksi dari tebu.[26][27][28]

Fiat 147 Brasil 1979 merupakan mobil modern pertama yang diluncurkan dengan memakai bahan bakar etanol murni saja (E100).
Fase pertama dari program ini adalah bagaimana berkonsentrasi untuk memproduksi etanol untuk dicampurkan dengan bensin.[15] Pemerintah Brasil mewajibkan bensin dicampur dengan etanol sebagai bahan bakar, yang persentasenya bervariasi dari tahun 1976 dan 1992, antara 10% dan 22%.[15] Karena adanya aturan pencampuran bahan bakar ini, maka bensin murni (E0) tidak lagi dijual di negara ini. Sebuah hukum pemerintahan federal yang disetujui pada bulan Oktober 1993 meningkatkan campuran etanol pada bensin menjadi 22% (E22) yang berlaku di seluruh negara ini. Hukum ini juga membuat pihak eksekutif yang berwenang untuk menetapkan persentase etanol yang berbeda; dan akhirnya di tahun 2003, batas ini dipasang pada maksimal 25% (E25) dan minimal 20% (E20) dari volume.[15][16] Sejak saat itu, pemerintah memasang besaran persentase campuran etanol berdasarkan hasil panen tebu pada tahun itu, sehingga batas campuran etanol ini bisa berbeda-beda tiap tahunnya.[15]

Grafik sejarah dari produksi kendaraan ringan, produksi etanol murni, kendaraan bahan bakar fleksibel, dan kendaraan berbahan bakar bensin dari tahun 1979 sampai 2010.[29][30]
Sejak bulan Juli 2007, campuran wajib dalam bahan bakar adalah 25% etanol dan 75% bensin atau disebut E25.[17] Tapi, di tahun 2010, pemerintah mengurangi batas campuran wajib etanol ini dari E25 menjadi E20 selama 90 hari (mulai 1 Februari 2010) karena pasokan etanol berkurang sehingga harganya naik.[22][31]
Setelah melalui berbagai rangkaian uji coba dengan berbagai rangkaian prototipe yang dikembangkan oleh perusahaan otomotif lokal, ditambah lagi dengan adanya Krisis energi 1989, akhirnya Fiat 147 diluncurkan ke pasar pada bulan Juli 1979. Fiat 147 merupakan mobil yang sepenuhnya menggunakan bahan bakar etanol (E100).[27] Pemerintah Brasil sendiri menjanjikan 3 kemudahan pada industri etanol: pemerintah menjamin akan membeli etanol yang dihasilkan melalui perusahaan minyak negara Petrobras, pinjaman dengan bunga rendah untuk perusahaan-perusahaan yang bekerja di bidang industri etanol, serta menentukan harga bensin dan etanol yang dijual. Etanol dijual hanya seharga 59% dari harga bensin yang dijual di pom bensin. Produksi etanol yang disubsidi, ditambah dengan harganya yang murah menjadikan etanol muncul sebagai bahan bakar alternatif di negeri itu. [32]
Setelah menembus penjualan lebih dari 4 juta unit mobil dan truk ringan (sama dengan sepertiga dari total kendaraan di negara itu) yang hanya menggunakan bahan bakar etanol saja di akhir 1980-an,[33] tiba-tiba produksi etanol dan penjualan mobil berbahan bakar etanol murni ini jatuh drastis karena beberapa hal. Pertama, harga minyak dunia turun tajam sehingga harga bensin di negeri itu pun turun, tapi yang utama adalah karena pasokan bahan bakar etanol yang berkurang di negara itu, sehingga memaksa orang-orang mengantri di pom bensin selama berjam-jam atau meletakkan saja mobil-mobil etanol mereka di dalam garasi dengan tangki kosong, di pertengahan tahun 1989.[28][33] Karena pasokan etanol tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, maka pemerintah Brasil mulai mengimpor etanol tahun 1991.[11][19]

VW Gol 1.6 Total Flex 2003 merupakan mobil pertama yang berbahan bakar fleksibel yang bisa berjalan dengan campuran bensin dengan etanol.
Masyarakat kembali percaya dengan kendaraan berbahan bakar etanol ketika munculnya kendaraan bahan bakar fleksibel di Brasil. Pada bulan Maret 2003, Volkswagen meluncurkan Gol 1.6 Total Flex di pasar Brasil, mobil ini merupakan kendaraan bahan bakar fleksibel pertama yang dapat beroperasi menggunakan campuran antara bensin dan etanol.[34][35][36] Pad tahun 2010, pabrikan mobil yang sudah membuat kendaraan bahan bakar fleksibel diantaranya Chevrolet, Fiat, Ford, Peugeot, Renault, Volkswagen, Honda, Mitsubishi, Toyota, Citröen, Nissan, dan Kia Motors.[37][38][39]

Persentase penjualan mobil berbahan bakar fleksibel di Brasil adalah 22% dari total penjualan pada tahun 2004, 73% pada tahun 2005,[40] 87.6% pada bulan Juli 2008,[41] dan mencapai puncaknya saat menyentuh angka 94% di bulan Agustus 2009.[42] Produksi kumulatif dari seluruh mobil dan truk ringan berbahan bakar fleksibel mencapai angka 10 juta unit pada bulan Maret 2010.[43][44] Pengadopsian yang luar biasa cepat dan sukses secara komersial membuat kendaraan berbahan bakar fleksibel menjadi terkenal di negara ini. Ditambah lagi, karena pemerintah mewajibkan adanya pencampuran etanol dengan bensin sebesar 25% etanol darn 75% bensin, maka konsumsi etanol pun meningkat.[45][46] Level konsumsi etanol tidak pernah setinggi ini semenjak akhir 1980-an, saat puncak dari program Pró-Álcool.[45][46][47] Dari tahun 1979 sampai Desember 2010, Brasil telah mensubstitusi lebih dari 18 juta unit mobil berbahan bakar bensin murni dengan 5,7 juta unit kendaraan berbahan bakar etanol murni, hampir 12 juta kendaraan bahan bakar fleksibel, dan 515,7 ribu unit motor berbahan bakar fleksibel.[29][30][48][49] Jumlah mobil berbahan bakar etanol murni yang masih digunakan diestimasikan sekitar 2 sampai 3 juta unit.[19]

Honda CG 150 Titan Mix 2009 diluncurkan ke pasar Brasil dan menjadi motor berbahan bakar fleksibel yang pertama dijual di dunia.
Dengan bantuan proyek BEST, bus berbahan bakar etanol (ED95) pertama beroperasi di kota São Paulo pada bulan Desember 2007 sebagai proyek percobaan satu tahun.[50][51][52] Bus percobaan ED95 kedua beroperasi di kota São Paulo pada bulan November 2009.[53] Karena didasarkan pada tingkat kepuasan yang cukup baik terhadap kedua bus etanol selama 3 tahun, maka pada bulan November 2010 pemerintahan kotapraja São Paulo menandatangani kontrak dengan UNICA, Cosan, Scania dan Viação Metropolitana", operator bus lokal, untuk memperkenalkan 50 armada bus ED95 baru pada bulan Mei 2011. Tujuan dari pemerintah lokal ini adalah untuk mengganti semua 15.000 armada bus diesel yang ada sekarang ini dengan bus yang menggunakan bahan bakar terbaharui pada tahun 2018.[54][55] Bus berbahan bakar etanol pertama dikirimkan pada bulan Mei 2011, dan ke-50 bus berbahan bakar ED95 ini dijadwalkan untuk mulai beroperasi di kota São Paulo pada bulan Juni 2011.[56][57]
Inovasi lain dari teknologi bahan bakar fleksibel di Brasil adalah pengembangan sepeda motor berbahan bakar fleksibel.[58][59] Motor berbahan bakar fleksibel ini diperkenalkan pertama kali oleh Honda pada bulan Maret 2009. Diproduksi oleh divisi Honda di Brasil yaitu Moto Honda da Amazônia, motor CG 150 Titan Mix dijual dengan harga kira-kira 2.700 dolar AS. Untuk menghindari masalah pengontakan mesin di musim dingin, tangki bensin motor ini minimal harus diisi 20% bensin ketika suhu turun di bawah 15 °C (59 °F).[60][61][62] Pada bulan September 2009, Honda mengembangkan sepeda motor berbahan bakar fleksibel keduanya yaitu Honda NXR 150 Bros Mix.[63] Sanpai bulan Desember 2010, penjualan kedua motor berbahan bakar fleksibel Honda ini telah mencapai 515.726 unit, dengan pangsa pasar sebesar 18.1% di tahun 2010.[48][49]

Produksi

Indikator ekonomi dan produksi

Produksi etanol Brasil(a)(b)
(2004–2010)[1][64][65]
(Dalam juta galon AS)
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
3.989 4.227 4.491 5.019 6.472 6.578 6.922
Catatan: (a) 2004-06 untuk semua campuran. (b) 2007-10 hanya bahan bakar etanol.[65]
Produksi etanol di Brasil menggunakan tebu sebagai bahan baku utamanya, serta mengandalkan teknologi generasi pertama dari pengolahan etanol yaitu memanfaatkan kandungan sukrosa pada tebu. Produksi etanol telah bertumbuh 3,77% setahun sejak tahun 1975 dan perbaikan sana-sini telah dilakukan, terutama di proses produksi pada fase agrikultural dan industrial. Pengembangan yang lebih jauh akan meningkatkan produksi etanol sampai 9.000 liter per hektarnya..[66]
Ada 378 pabrik etanol di seluruh dunia yang beroperasi di Brasil pada bulan Juli 2008, 126 diantaranya memproduksi etanol saja dan 252 memproduksi gula sekaligus etanol. Ada 15 pabrik tambahan lagi yang hanya memproduksi gula.[67] Semua pabrik ini mempunyai kapasitas terpasang sebesar 538 juta metrik ton tebu per tahunnya, dan ada 25 pabrik lagi yang sedang dibangun yang akan beroperasi tahun 2009 yang akan menambah kapasitas produksi 50 juta ton per tahun.[67] Satu pabrik kira-kira menghabiskan biaya 150 juta dolar AS dan membutuhkan luas lahan tebu sebesar 30.000 hektar untuk memenuhi kapasitas pabrik.[66]

Produksi etanol per tahunnya, dari tahun 1990/91 sampai 2007/08.[68] Hijau adalah etanol hidrat (E100) dan kuning adalah etanol anhidrat yang digunakan sebagai campuran bensin.
Produksi etanol di Brasil terkonsentrasi di wilayah Tengah dan Tenggara dari negara ini, dipimpin oleh negara bagian São Paulo, dengan 60% dari seluruh produksi etanol negara, diikuti oleh Paraná (8%), Minas Gerais (8%) dan Goiás (5%).[68] 2 kawasan ini adalah penghasil 90% etanol Brasil sejak tahun 2005[12][68] dan musim panen berlangsung pada bulan April sampai November. Kawasan Timur Laut negara ini merupakan penghasil 10% etanol negara, dengan dipimpin oleh Alagoas dengan kontribusi sebanyak 2% dari total produksi.[68] Musim panen di kawasan utara-timur laut berlangsung pada bulan September sampai Maret, dan rata-rata produktivitasnya lebih rendah daripada kawasan selatan-tengah.[69] Karena adanya perbedaan produksi ini, maka statistik produksi gula dan etanol di Brasil biasanya dilaporkan 2 tahun sekali, tidak tiap tahun.
Untuk musim panen 2008/09, 44% dari hasil panen tebu diolah menjadi gula, 1% menjadi minuman beralkohol, dan 55% untuk produksi etanol.[70] Etanol yang dihasilkan pada tahun 2008/2009 kira-kira sebanyak 24,9 miliar liter (6,58 miliar galon AS)[67] sampai 27,1 miliar liter (7,16 miliar galon AS),[69] dengan kebanyakan dari produksi mereka ini ditujukan untuk kebutuhan dalam negeri, dan hanya 4,2 miliar liter saja yang diekspor. Dari jumlah yang diekspor itu, 2,5 miliar liter diantaranya dikirim ke Amerika Serikat.[70] Pertumbuhan lahan tebu meningkat dari 7 juta menjadi 7,8 juta hektar dari tahun 2007 ke 2008, kebanyakan menggunakan padang rumput yang tidak terurus.[70] Pada tahun 2008 Brasil memiliki 276 juta hektar lahan subur, 72% diantaranya digunakan untuk padang rumput, 16,9% untuk tanaman, dan 2,8% diantaranya untuk tebu, berarti lahan untuk etanol ini baru 1,5% dari luas total lahan subur yang ada di negara itu.[70]
Karena gula dan etanol berasal dari tanaman yang sama dan proses industrinya pun terintegrasi, maka statistik pekerjaan di negara itu biasanya juga ditampilkan bersamaan. Pada tahun 2000 ada 642.848 pekerja yang bekerja di sektor industri ini, dan karena produksi etanol terus bertambah, pada tahun 2005 sudah ada 982.604 pekerja di ladang tebu, diantaranya 439.573 orang bekerja di ladang tebu, 439.573 pekerja di pengolahan gula, dan 128.363 pekerja di pabrik etanol.[71] Lapangan pekerjaan di bagian etanol meningkat 88,4% dari tahun 2000 sampai 2005, sedangkan lapangan pekerjaan di ladang tebu hanya meningkat 16,2% saja karena ekspansi penggunaan alat-alat mekanikal untuk meningkatkan produktivitas. Negara bagian dengan pekerja terbanyak pada tahun 2005 adalah São Paulo (39.2%), Pernambuco (15%), Alagoas (14.1%), Paraná (7%), and Minas Gerais (5.6%).[71]

Teknologi pertanian


Tebu (Saccharum officinarum) yang sudah siap dipanen, Ituverava, negara bagian São Paulo.

Evolusi dari produktivitas tanaman tebu yang ditanam di Brasil antara tahun 1975 dan 2004. Sumber: Goldemberg (2008).[66]

Fasilitas distilasi dan dehidrasi etanol, Piracicaba, negara bagian São Paulo.

Variasi dari harga etanol ke produser yang merefleksikan stok etanol yang diproduksi tahun 2007[72] Kuning adalah harga etanol anhidrat sedangkan hijau adalah harga etanol hidrat, mata uang dalam (R$ per liter).

Etanol yang siap untuk didistribusikan, Piracicaba, negara bagian São Paulo.
Sebuah aspek penting dalam pengembangan industri etanol di Brasil adalah investasi penelitian dan pengembangan di pertanian oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta.[11] EMBRAPA, perusahaan negara yang menangani penelitian di bidang pertanian, bersamaan dengan penelitian yang dikembangkan oleh institut dan universitas setempat menjadikan Brasil adalah salah satu negara inovator bidang bioteknologi dan agronomi.[73] Teknologi agrikultural untuk tanaman tebu mereka adalah yang paling efisien di dunia.[11] Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk berkonsetrasi meningkatkan efisiensi pada input dan proses sehingga bisa mengoptimalkan hasil yang diperoleh. Hasilnya adalah hasil etanol yang didapat semakin meningkat dalam 29 tahun, dari sebelumnya 2,024 liter per hektar di tahun 1975 menjadi 5,917 liter per hektar di tahun 2004, sehingga ada peningkatan produktivitas kira-kira 3.77% per tahunnya.[66] Pengembangan bioteknologi di Brasil termasuk dengan pengembangan varietas lain dari tebu yang bisa menghasilkan lebih banyak energi. Peningkatan juga terjadi pada hasil tebu yang diperoleh, dari 95 kg/hektar menjadi 140 kg/hektar dalam kurun waktu 1977 sampai 2004.[66] Inovasi di proses industri meningkatkan hasil ekstraksi tebu dalam jangka waktu 1977 sampai 2003. Peningkatan rata-ratanya adalah 0.3%; beberapa tempat pengolahan telah mencapai efisiensi ekstraksi sebesar 98%.[66]
Penelitian bioteknologi dan pengembangan genetik telah membawa pengembangan strain baru yang lebih tahan terhadap penyakit, bakteri, atau hama, juga lebih tahan terhadap gangguan perubahan lingkungan. Nantinya, hal ini bisa membawa kemajuan bagi perluasan lahan tanaman tebu di negara ini.[73][74][75] Pada tahun 2008, ada lebih dari 500 jenis varietas tebu yang ditanam di Brasil. Diantara semua varietas itu, sekitar 51 diantaranya ditemukan dalam 10 tahun terakhir ini. 4 program penelitian, 2 privat dan 2 publik, didedikasikan untuk pengembangan genetik yang lebih jauh.[74][75] Sejak pertengahan 1990-an, laboratorium bioteknologi Brasil telah mengembangkan varietas transgenik, tapi belum untuk tujuan komersial. Identifikasi dari 40.000 gen gula diselesaikan tahun 2003 dan ada beberapa grup penelitian yang memperdalam genom, masih pada tahap eksperimen, tapi hasil komersialnya diperkirakan akan selesai dalam waktu 5 tahun.[76]

Proses produksi

Sukrosa yang diesktrak dari tebu hanya mengandung 30% energi kimia yang dipunyai oleh sebuah tanaman dewasa; 35% lagi ada di daun-daun dan batangnya, yang dibuang selama panen, dan 35%nya lagi ada di material (bagasse) yang dibuang setelah proses penekanan. Kebanyakan proses pengolahan tebu di Brasil berlangsung secara terintegrasi, sehingga produksi gula, proses pengolahan etanol, dan listrik yang didapat dari produk sampingan.[66][77] Tahap-tahap produksi gula dan etanol pada skala besar diantaranya adalah penggilingan, produksi listrik, fermentasi, distilasi etanol, dan dehidrasi.

Penggilingan dan penyulingan

Setelah dipanen, biasanya tebu akan diangkut dengan truk semi trailer. Setelah melalui kontrol kualitas maka tebu akan dicuci, dipotong, kemudian diparut dengan pisau. Setelah itu kemudian bahan baku ini akan diekstrak untuk memperoleh semacam jus (disebut garapa di Brasil) mengandung 10-15% sukrosa, dan bagasse, residu serat. Target utama dari proses penggilingan adalah untuk mengekstrak sukrosa dari tebu sebanyak mungkin, dan juga memproduksi bagasse dengan uap sesedikit mungkin, karena nantinya bagasse ini akan dibakar, sehingga pabrik ini nantinya akan memenuhi kebutuhan energi sendiri dan mengaliri listriknya secara mandiri.[77] Jus tebu atau garapa ini kemudian disaring dan diberi tambahan bahan kimia dan kemudian dipasteurisasi. Sebelum evaporasi, jus ini disaring lagi, dan menghasilkan vinasse, cairan yang kaya akan bahan organik. Hasil semacam sirup dari evaporasi kemudian dipresipitasi oleh kristalisasi yang nantinya akan menghasilkan campuran kristal bening dan molasses. Pemusing digunakan untuk memisahkan gula dari molasses, dan kristal akan dicuci dengan penambahan uap dan dikeringkan dengan semburan udara. Ketika pendinginan, kristal gula terpisah dari sirup.[77] Dari tahap ini, proses penyulingan gula dilanjutkan untuk memproduksi kelas gula yang berbeda-beda, molasses sendiri akan diproses untuk menghasilkan etanol.

Fermentasi, distilasi, dan dehidrasi

Molasses akan diproses sehingga menjadi molasses steril yang bebas kotoran, siap untuk difermentasi. Dalam proses fermentasi gula akan berubah menjadi etanol dengan penambahan khamir. Waktu fermentasi sangatlah beragam, dari 4 sampai 12 jam dan akan menghasilkan cairan yang mengandung alkohol 5-7% dari total volume (°GL), disebut sebagai wine fermentasi. Khamir kemudian dipisahkan dari wine menggunakan pemusing. Setelah dilakukan pemanasan, nanti hasilnya berupa etanol hidrat dengan konsentrasi etanol sekitar 96%. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi tertinggi yang bisa diperolej melalui distilasi azeotropik,[77] kandungan airnya sendiri bisa mencapai angka 4,9% dari volume.[78] Etanol hidrat ini hanya boleh digunakan pada kendaraan berbahan bakar etanol saja atau yang fleksibel. Proses ini biasanya akan diteruskan yaitu proses dehidrasi. Proses ini biasanya dilakukan dengan penambahan zat kimia, sehingga konsentrasi etanol bisa naik sampai 99% dan disebut etanol anhidrat.[77] Etanol anhidrat ini baru bisa digunakan sebagai bahan bakar campuran bensin.[17]

Ekspor

Ekspor etanol Brasil
berdasarkan negara dan kawasan (2005–2007)[79][80][81][82]
(Juta liter)
Negara/kawasan(1) 2007 % 2006 % 2005 %
 Amerika Serikat(2) 932.75 26.4 1,777.43 51.9 270.97 10.5
Negara-negara CBI(3)
910.29 25.8 530.55 15.5 554.15 21.4
 Jamaika 308.97
131.54
133.39
 El Salvador 224.40
181.14
157.85
 Kosta Rika 170.37
91.26
126.69
 Trinidad dan Tobago 158.87
71.58
36.12
 Meksiko 42.21
50.24
100.10
Uni Eropa 1,004.17 28.4 587.31 17.1 530.73 20.5
 Belanda 808.56
346.61
259.40
 Swedia 116.47
204.61
245.89
 Jepang 364.00 10.3 225.40 6.6 315.39 12.2
 Nigeria 122.88
42.68
118.44
 Republik Korea 66.69
92.27
216.36
 India 0
10.07
410.76 15.8
Total ekspor
3,532.67 100 3,426.86 100 2,592.29 100
Catatan: (1)Hanya negara dengan impor lebih dari 100.000 liter saja yang ditampilkan
disini. (2)Termasuk dengan ekspor ke Puerto Riko dan
Kepulauan Virgin Amerika Serikat. (3) Termasuk Meksiko yang berdagang
dengan A.S. dengan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).
Brasil adalah negara pengekspor etanol terbesar di dunia. Pada tahun 2007, Brasil mengekspor 933,4 juta galon AS (3.532,7 juta liter) etanol, sebanding dengan[79][80] 20% jumlah produksi mereka, dan hampir 50% dari jumlah ekspor etanol global.[51] Sejak tahun 2004, eksportir Brasil memiliki pelanggan utama di Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Swedia, Jamaika, El Salvador, Kosta Rika, Trinidad & Tobago, Nigeria, Meksiko, India, dan Korea Selatan.[51]
Negara-negara di kawasan Cekungan Karibia banyak mengimpor etanol dari Brasil, tapi tidak banyak yang ditujukan untuk dipakai sendiri. Negara-negara ini memproses ulang produk tersebut, biasanya dengan mengubah etanol hidrat dari Brasil menjadi etanol anhidrat, lalu kemudian mengekspornya kembali ke Amerika Serikat. Hal ini akan meningkatkan nilai barang tersebut, juga menghindari pajak 2,5% dan tarif tambahan 0,54 dolar AS per galon, karena sudah ada perjanjian perdagangan antara Amerika Serikat dengan Karibia yaitu Caribbean Basin Initiative (CBI). Tapi, proses ini juga dibatasi oleh kuota, yaitu hanya 7% dari konsumsi etanol A.S.[83] Meskipun akhirnya ekspor langsung ke A.S. jatuh drastis di tahun 2007, tapi impor dari 4 negara CBI justru semakin melonjak, pertumbuhannya naik dari 15,5% di tahun 2006 menjadi 25,8% di tahun 2007, merepresentasikan bagaimana naiknya proses re-ekspor ke A.S. ini, yang akhirnya juga bisa mengkompensasi sebagian kehilangan ekspor ke A.S. Situasi semacam ini menimbulkan perhatian di A.S., karena mereka sedang berusaha untuk membangun kerjasama untuk meningkatkan produksi etanol di kawasan Amerika Latin dan Karibia.[84]
Amerika Serikat, yang merupakan tujuan pemasaran etanol paling besar buat Brasil, sekarang ini mengenakan tarif impor dari Brasil sebesar 0,54 dolar AS per galonnya, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi etanol dan melindungi industri etanol di negara mereka.[85] Pada sejarahnya, sebenarnya tarif 0,54 dolar ini digunakan untuk mengimbangi kredit pajak impor federal yang sudah ada, yaitu sebesar 45 sen per galonnya tidak peduli berasal dari negara mana etanol itu diimpor.[5][86][87][88] Ekspor etanol Brasil ke A.S. mencapai 1 miliar dolar AS di tahun 2006, peningkatannya sangat luar biasa mengingat di tahun 2005 nilainya hanya 98 juta dolar AS (ada peningkatan 1.020%),[89] tapi turun drastis di tahun 2007 karena produksi etanol dari jagung di Amerika meningkat tajam.[90][91] Seperti pada tabel, Amerika Serikat tetaplah tujuan impor terbesar bagi etanol Brasil, meskipun Uni Eropa dan negara-negara CBI juga sudah mengimpor dengan jumlah yang hampir sama.[79][81]

Harga dan efeknya pada konsumsi minyak bumi


Harga alkohol dan bensin per liternya di Rio de Janeiro (kiri) dan São Paulo (kanan)

Variasi produksi etanol di Brasil berdasarkan kawasan dari tahun panen 1990/91 sampai 2006/07.[68] Hijau muda adalah produksi negara bagian São Paulo.
Kebanyakan mobil yang ada di Brasil beroperasi menggunakan bahan bakar (etanol E100) atau gasohol (E25 blend), karena campuran etanol anhidrat 25% merupakan bahan bakar standar di Brasil.[17] Sejak tahun 2003, muncullah kendaraan bahan bakar fleksibel yang dapat beroperasi dengan menggunakan campuran bensin dan etanol berapapun. Mobil-mobil ini memiliki sensor elektronik yang dapat mendeteksi bahan bakar apa yang dipakai, dan dapat mengatur pembakaran mesin agar sesuai. Adanya mobil ini memungkinkan penggunanya memakai bahan bakar yang paling murah.[3] Penjualan kendaraan bahan bakar fleksibel mencapai angka 9,3 juta unit pada bulan September 2009, 39% dari jumlah kendaraan bahan bakar bensin yang ada.[21] Pada pertengahan tahun 2010 sudah ada 70 model kendaraan bahan bakar fleksibel yang ada di pasar[92] dan produksi sampai Desember 2010 telah mencapai angka 12,5 juta unit termasuk dengan 500.000 motor bahan bakar fleksibel.[29][30][48][49]
Karena bahan bakar etanol memiliki kandungan energi yang lebih rendah, maka kendaraan bahan bakar fleksibel yang memakai bahan bakar ini juga hanya dapat menempuh jarak yang lebih kecil. Tapi, hal ini diimbangi dengan harga etanol yang juga lebih rendah 25-30% per galonnya dari harga bensin.[4] Maka, para konsumen di Brasil pun biasanya mendapatkan saran dari media untuk mengisi kendaraan mereka dengan bahan bakar etanol hanya ketika harga etanol lebih murah 30% dari harga bensin. Hal ini disebabkan karena harga etanol di negara it juga sangat berfluktuatif, tergantung dari hasil panen tanaman tebu tahun itu.[93][94]
Sejak tahun 2005, harga etanol di Brasil menjadi sangat kompetitif karena tidak lagi diberikan subsidi oleh pemerintah,[3] meskipun sebenarnya harga bensin juga konstan sejak pertengahan tahun 2005,[95] di waktu ketika harga minyak dunia hanya 60 dolar AS per barrel. Bensin di Brasil sebenarnya memiliki pajak yang sangat tinggi, sekitar 54%,[96] sedangkan pajak bahan bakar etanol jauh lebih rendah, hanya sekitar 12% sampai 30% tergantung dari negara bagiannya.[97] Sampai bulan Oktober 2008, harga rata-rata untuk bahan bakar bensin E25 adalah 4,39 dolar AS per galon[98] sedangkan harga rata-rata untuk etanol adalah 2,69 dolar AS per galon.[99] Perbedaan harga yang mencolok ini menyebabkan konsumsi etanol meningkat, dan di akhir Juli 2008, ketika harga minyak mentah di pasa dunia melonjak drastis dan nilai tukar real Brasil dengan dolar AS mencapai titik terendah, rata-rata harga ritel bensin di Brasil mencapai 6 dolar AS per galonnya.[96] Rasio harga bensin dengan etanol jauh di atas 30% pada periode ini di hampir semua negara bagian, kecuali di negara bagian yang jauh dari sentra produksi etanol dan di bulan-bulan ketika panen tebu sedikit. Menurut pada produsen Brasil, etanol akan tetap kompetitif di pasar Brasil ketika harga minyak mentah tidak sampai jatuh di bawah 30 dolar AS per barel.[5]
Pada tahun 2008, konsumsi seluruh bahan bakar etanol di Brasil, telah melampaui konsumsi bensin di negara itu, dengan volume sekitar 27.000 meter kubik per harinya. Di bulan Februari 2008, kombinasi antara konsumsi etanol hidrat dan etanol anhidrat telah melewati 50% konsumsi bensin yang dibutuhkan untuk menjalankan armada itu sendiri. Jumlah konsumsi etanol bulanan untuk etanol anhidrat (yang dipakai untuk bahan bakar E25) dan etanol hidrat (yang dipakai untuk E100) mencapai 1.432 miliar liter, sedangkan konsumsi bensin sendiri adalah 1.411 miliar liter.[45][46] Meskipun jika dilihat sekilas volume penjualan etanol sudah lebih besar daripada bensin, tapi jika dilihat dari energi yang dihasilkan, maka etanol hanya menyumbang 17,6% dari total konsumsi energi di negara itu, sedangkan bensin menyumbang 23,3% dan diesel menyumbangkan 49.2%.[100]
Untuk pertama kalinya sejak tahun 2003, penjualan etanol turun 8,5% pada tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun 2009. Total konsumsi etanol hidrat dan anhidrat di negara itu turun 2,9% sedangkan konsumsi bensin malah meningkat 17,5%. Volume total penjualan etanol pun menjadi 22,2 miliar liter, jika dibandingkan dengan konsumsi bensin yang 22,7 miliar liter. Berkurangnya konsumsi etanol hidrat ini disebabkan karena harga gula yang mahal di pasar dunia, mencapai harga tertingginya dalam 30 tahun pada tahun 2010. Tingginya harga gula ini menyebabkan pabrik-pabrik pengolahan tebu menjadi lebih banyak memproduksi gula daripada memproduksi etanol, sehingga pasokan etanol pun berkurang dan harga E100 pun meningkat, yang ujung-ujungnya harga bahan bakar etanol ini menjadi tidak kompetitif. Faktor lainnya yang berkontribusi terhadap perubahan ini adalah impor kendaraan berbahan bakar bensin yang meningkat di tahun 2010.[101][102][103]

Perbandingan dengan Amerika Serikat

Industri etanol berbasis tebu di Brasil lebih efisien daripada industri etanol berbasis jagung di Amerika Serikat. Etanol tebu memiliki nilai keseimbangan energi 7 kali lebih baik daripada etanol yang diperoleh dari jagung.[3] Pendistilasian Brasil memiliki kemampuan untuk memproduksi etanol dengan harga 22 sen per liternya, sedangkan etanol dari jagung biayanya adalah 30 sen per liter.[104] Biaya produksi etanol di Amerika Serikat lebih tinggi 30% karena amilum dari jagung harus diubah dahulu menjadi gula sebelum didistilasi menjadi alkohol.[105] Meskipun ada perbedaan harga ini, tapi Amerika Serikat tidak mengimpor etanol lebih banyak etanol lagi dari Brasil karena mereka mempunyai tarif sebesar 54 sen per galon yang sudah diberlakukan sejak 1980.[5][86][87][88]
Penanaman tebu membutuhkan iklim tropis atau subtropis, dengan curah hujan minimum adalah 600 mm (24 in). Tebu merupakan salah satu tanaman pefotosintesis terefisien dari semua jenis tanaman, mereka mempunyai kemampuan untuk mengubah sampai 2% energi matahari menjadi biomassa. Produksi tebu di Amerika Serikat dilakukan di Florida, Louisiana, Hawaii, dan Texas. 3 pabrik pertama yang mengolah etanol dari bahan bakar tebu di Amerika Serikat mulai beroperasi di Louisiana pertengahan tahun 2009. Pabrik pengolahan gula di Lacassine, St. James dan Bunkie akan memeproduksi etanol dari tebu dengan menggunakan teknologi dari Kolombia sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan dari produksi etanol. 3 pabrik ini akan memproduksi 100 juta galon AS (378,5 juta liter) etanol dalam lima tahun.[106] Pada tahun 2009, 2 pabrik etanol tebu lainnya sedang dikembangkan di Kauai, Hawaii dan Imperial Valley, California.[107]
Perbandingan karakteristik antara industri etanol
di Amerika Serikat dan di Brasil
Karakteristik  Brasil  U.S. Unit/keterangan
Sumber tanaman
Tebu
Jagung
Tanaman ini merupakan tanaman utama untuk produksi etanol, di A.S. sendiri hanya 2% yang berasal dari tanaman lain selain jagung.
Total produksi bahan bakar etanol (2010)[1]
6.922
13.230
Satuan dalam juta galon A.S.
Total lahan subur[108]
355
270(1)
Juta hektar.
Total area yang digunakan untuk tanaman penghasil etanol (2006)[105]
3.6 (1%)
10 (3.7%)
Juta hektar (dari % total lahan subur).[108]
Produktivitas per hektar[3][105][108][109]
6,800-8,000
3,800-4,000
Liter ethanol per hektar. Brazil 727 sampai 870 gal/acre (2006), AS 321 sampai 424 gal/acre (2003).
Keseimbangan energi (produktivitas energi input)[5][12][105]
8.3 - 10.2
1.3 - 1.6
Rasio dari energi yang didapat dengan energi yang digunakan dalam memproduksi etanol.
Estimasi pengurangan emisi gas rumah kaca[2][105][110]
86-90%(2)
10-30%(2)
% emisi gas rumah kaca yang berhasil dikurangi dengan menggunakan etanol.
Estimasi pengurangan gas rumah kaca pada 2022 oleh EPA untuk RFS2.[111] 61%(3) 21% % Rata-rata perubahan gas rumah kaca apabila menggunakan etanol jika dibandingkan dengan menggunakan bensin.
Analisis siklus hidup intensitas karbon oleh CARB[112][113]
73.40
105.10(4)
Gram ekuivalensi CO2 yang dilepas per MJ energi yang diproduksi, termasuk indirect land use changes.[110]
Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan emisi gas rumah kaca[114]
17 tahun(5)
93 tahun(5)
cerrado Brasil untuk tebu dan padang rumput AS untuk jagung. Skenario perubahan penggunaan lahan oleh Fargione.[115]
Jumlah kendaraan bahan bakar fleksibeldiproduksi[29][30][116]
12 million
9.3 million
Mobil dan truk ringan saja. Brazil per Desember 2010 (Kendaraan etanol E100 FFVs). A.S. per Desember 2009 (Kendaraan etanol E85 FFVs).
Jumlah pom bensin yang tersedia
35,017 (100%)
2,326 (1%)
 % dari total gas di negara tersebut. Brasil per Desember 2007.[117] U.S. by July 2010.[118] (170,000 total)[4]
Pangsa etanol di pasar bensin[45][47][119]
50%(6)
8%
% total konsumsi dalam basis volume. Brasil per April 2008. A.S. per Desember 2009.
Ongkos produksi (USD/galon)[3]
0.83
1.14
2006/2007 untuk Brasil (22¢/liter), 2004 untuk A.S. (35¢/liter).
Subsidi pemerintah (dalam USD)[87][88]
0 (7)
0.45/gallon
A.S. sejak 1 Januari 2009 sebagai campuran kredit pajak. Produksi etanol Brasil tidak lagi disubsidi.(7)
Tarif impor (dalam USD)[86]
0(8)
0.54/gallon
Brazil tidak mengimpor bahan bakar etanol sejak 2002 sampai 2010. Pada tahun 2011 mengimpor dari AS.[120] A.S. melakukannya tapi jumlah impor telah menurun drastis sejak 2008.
Catatan: (1) Hanya daratan A.S., diluar Alaska. (2) Mengasumsikan tidak ada perubahan penggunaan lahan.[110] (3) Estimasi untuk konsumsi A.S. dan etanol tebu yang diimpor dari Brasil. Emisi dari transportasi laut juga termasuk. Kedua estimasi termasuk dengan transportasi darat di A.S.[111] (4) Estimasi CARB untuk etanol jagung Midwestern Amerika Serikat. Intensitas karbon bensin California adalah 95.86 dicampur dengan 10% etanol.[112][113] (5) Mengasumsikan perubahan penggunaan lahan secara langsung saja.[115] (6) Karena kandungan energi per volume etanol rendah, maka bioetanol mewakili 17,6% konsumsi energi pada sektor transportasi, sedangkan bensin mewakili 23,3%.[100] (7) Produksi etanol di Brasil memang tidak lagi disubsidi, tapi bensin disana diberi pajak sangat besar dibandingkan etanol (pajak ~54%). Sampai akhir Juli 2008, ketika harga minyak mencapai titik tertinggi dan kurs Real Brasil terhadap dolar AS mencapai titik terendah, harga ritel bensin di Brasil adalah 6,00 dolar AS per galon, padahal harga bensin di AS sendiri 3,98 dolar AS per galon.[96] Kenaikan harga bensin di Brasil sebelumnya dilakukan pada akhir tahun 2005, ketika harga minyak menyentuh angka 60 dolar AS per barrel.[121] (8) Pajak impor Brasil adalah 20%[122] tapi pada tahun 2010 dipotong sementara menjadi 0% sampai tahun 2011.[123]