Rabu, 05 Maret 2014

Bioetanol pepaya

Bioetanol pepaya

Bioethanol bisa dijadikan pengganti bahan bakar minyak. Selain hemat, pembuatannya bisa dilakukan di rumah sendiri dengan mudah. Anda pun akan mendapatkan nilai ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Bila sehari menggunakan minyak tanah seharga Rp 16 ribu, maka dengan bioethanol Anda bisa berhemat Rp 4 ribu. Lebih ekonomis, bukan? Pengalaman membuat dan menggunakan bioethanol ini diceritakan oleh Bambang Kisudono, warga kota Surabaya yang memanfaatkan sampah dapurnya untuk membuat dan mengembangkan bioethanol di lingkungannya. Awalnya Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Surabaya (ITS) dari kajiannya menyimpulkan bahwa bioethanol dengan kompor khusus terbukti lebih efisien ketimbang kompor kerosin. Temuan ini membuat Bambang berinisiatif melakukan pengolahan bioethanol sendiri. Sudah sekitar enam bulan, Bambang memakai bioethanol sebagai bahan bakar untuk kepentingan dapur rumah tangganya. Ia bisa berhemat sekitar Rp 4 ribu dibandingkan saat memakai bahan minyak tanah, yang seharinya mengeluarkan Rp 16 ribu. ”Untuk warga pedesaan, nilai rupiah itu bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain,” ujarnya. Perbandingan penggunaan bioethanol dan minyak tanah adalah 1:3. Artinya dengan 3 liter minyak tanah, Anda hanya membutuhkan satu liter bio-ethanol. Dengan volume 100 cc akan membuat api menyala sekitar 30-40 menit. Bambang menceritakan proses pembuatan bioethanol yang dilakukannya. Menurutnya, bahan baku bioethanol itu terbagi tiga. Bahan berpati, bahan bergula dan bahan selulosa. Bahan baku bergula, misalnya adalah tebu, nila, dan aren. Sedangkan bahan berpati, misalnya ubi kayu, sagu, jagung, biji sogun, dan kentang manis. Bahan ini umumnya dimakan oleh manusia. ”Oleh ITS disarankan pengembangan bioethanol itu tidak menggunakan bahan yang dimakan manusia. Hal itu agar tidak mengganggu ketahanan pangan nasional,” ujarnya. Untuk penggunaan bahan baku berpati, Bambang memilih singkong yang tidak dimakan manusia, yaitu singkong yang beracun. Lalu, ia pun memanfaatkan limbah sagu dan bonggol jagung. Intinya adalah, ia menghindari bahan baku yang secara langsung dimakan manusia, dan memakai limbah dari bahan makanan tersebut. ”Proses pembuatan bioethanol itu tidak lama. Paling yang agak lama adalah proses peragian yang bisa mencapai 2-3 hari,” kata Bambang. Bambang pun mulai menjelaskan langkah-langkah yang biasa ia lakukan, dalam membuat bioethanol. Singkong racun dan kulit pisang itu dihancurkannya, dan dijadikan bubur. Setelah hancur, bubur itu dicampur ragi agar menghasilkan glukosa. Proses ini akan menghasilkan bahan baku bergula. ”Nah, bahan bergula yang disebutkan tadi sebenarnya akan mempersingkat proses pembuatan bioethanol. Karena kita melewati proses penghancuran dan peragian itu,” jelasnya. Setelah mendapatkan glukosa, kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi. Caranya, kembali memberikan ragi ke dalamnya. Dari proses ini maka diperolehlah bioethanol dengan kadar alkohol rendah. ”Setelah proses ini selesai, kita bisa segera memanfaatkannya sebagai bahan bakar untuk memasak,” pungkasnya.

BIOETANOL dari PEPAYA
1.       Tujuan
-          Dapat memanfaatkan limbah buah pepaya
-          Dapat menentukan kadar etanol didalam buah pepaya
2.       Dasar teori
Pepaya (Carica papaya L.), atau betik adalah tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan. Pepaya termasuk kedalam kerajaan plantae, ordo barssicales, famili caricacease, genus carcica, dengan spesies C. Pepaya. Di indonesia kata pepaya berasal dari bahasa belanda ,“ papaja”, yang ada akhirnya mengambil dari bahasa Arawak, “Pepaya”. Dalam bahasa jawa pepaya di sebut “ kates” dan dalam bahasa sunda “gedang”.
Pepaya memiliki berbagai manfaat. buahnya dapat dimakan baik saat muda maupun setelah masak, daunya juga bisa di masak ataupun menjadi sayuran. Getah pepaya (dapat ditemukan di batang, daun, dan buah) mengandung enzim papain, semacam protease, yang dapat melunakkan daging dan mengubah konformasi protein lainnya. Papain telah diproduksi secara massal dan menjadi komoditas dagang. Daun pepaya juga berkhasiat obat dan perasannya digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menambah nafsu makan.
Selain itu buah pepaya yang sudah tidak layak untuk jual dapat dimanfaatkan untuk bahan bioetanol. Dimana pepaya sangat berpotensi besar karena kadar glukosa yang dimiliki pepaya matang sekitar 10%. Dan kadar ini cukup tinggi untuk dibuat etanol. Tahapannya dibagi 3 : fermentasi, destilasi dan penentuan kadar etanol. 3 tahap ini harus dilakukan secara berturut-turut. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan ragi roti dengan penambahan pupuk untuk makanan bakteri tersebut dengan perbandingan 5 % dari bahan.
3.       Metedologi praktikum
-          Alat
a.       Timbangan
b.      Gelas ukur
c.       Blender
d.      Baskom
e.      Plastik
f.        Destilator
g.       Alkoholmeter
-          Bahan
a.       Pepaya tidak layak jual
b.      Ragi roti
c.       Urea atau NPK
d.      K2CrO7
e.      Es
-          Prosedur kerja
a.       Fermentasi
1)      Pepaya dikupas lalu di blender sampai halus, dicatat berapa volume yang didapatkan.
2)      Lalu ditambahkan dengan ragi roti 5% dari volume pepaya.
3)      Ditambahkan pupuk Urea 2% dari volume pepaya.
4)      Diaduk sampai rata. Setelah itu ditutup rapih agar tidak ada oksigen yang masuk.
5)      Ditunggu hingga 48 jam sampai tidak ada buih yang menyertai fermentasi.
6)      Setelah itu hasil fermentasi diperas, diambil cairannya saja.
b.      Destilasi
1)      Hasil fermentasiyang telah diperas. Didestilasi dengan menggunakan destilator yang sidah disiapkan.
2)      Ditunggu hingga keluar cairan etanolnya.
3)      Setelah selesai diuvur volume yang didapatkan.
c.       Uji kadar etanol
Jika didapatkan 25 ml etanol hasil destilasi, uji kadar bisa dilakukan dengan menggunakan piknometer. Atau jika diatas 50 ml bisa menggunakan alkohol meter. Namun jika didapatkan kurang dari 25 ml bisa manggunakan perhitungan berat jenis. Bj = W1–W0/W2-W0
4.       Hasil pengamatan
Cairan yang didapatkan dar perasan pepaya adalah 1200 ml
Setelah fermentasi 7 hari didapatkan cairannya sebanyak 910 ml.
hasil destilasi tidak diketahui.
5.       Pembahasan
Pada percobaan kali ini, bioetanol dibuat dari bahan dasar buah-buahan yang sudah tak layak untuk dimakan. Bahan dasar yang dipakai adalah pepaya. Sari yang didapatkan pada saat fermentasi adalah 1200 ml dan setelah fermantasi adalah 910 ml. pengurangan ini terjadi karena pada saat fermentasi alkohol yang ada didalam pepaya menguap atau teroksidasi. Selain itu karena setelah hasil penyaringan fermentasi terlalu lama disimpan membuat pada saat etanol di destilasi tercium bau yang tidak mengenakan. Padahal meskipun berbau, etanol keluar dari hasil fermentasi 3ml. bau ini disebabkan adanya bakteri yang berkembang didalam hasil fermentasi. karena berbau tidak sedap ini akhirnya destilasi di hentikan dan hasil etanol yang sebenarnya dari fermentasi pepaya tidak diketahui dengan pasti.
6.       Kesimpulan
-          Didapatkan sari pepaya adalah 1200 ml
-          Hasil penyaringan fermentasi pepaya adalah 910 ml
7.       Saran
jangan menyimpan hasil fermentasi pepaya terlalu lama karena pada saaat destilasi nanti akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Setelah selesai fermentasi langsunglah untuk mendestilasinya.
8.       Daftar Pustaka
J. Microbiol. Biotech. Res, 2011., 1 (4) :158-163

1 komentar:

  1. PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO

    menyediakan ENZYM GLUCO AMYLASE untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www.tokopedia.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro

    BalasHapus