Bioetanol pepaya
Bioethanol bisa
dijadikan pengganti bahan bakar minyak. Selain hemat, pembuatannya bisa
dilakukan di rumah sendiri dengan mudah. Anda pun akan mendapatkan
nilai ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Bila sehari
menggunakan minyak tanah seharga Rp 16 ribu, maka dengan bioethanol Anda
bisa berhemat Rp 4 ribu. Lebih ekonomis, bukan? Pengalaman membuat dan
menggunakan bioethanol ini diceritakan oleh Bambang Kisudono, warga kota
Surabaya yang memanfaatkan sampah dapurnya untuk membuat dan
mengembangkan bioethanol di lingkungannya. Awalnya Lembaga Penelitian
dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Surabaya (ITS)
dari kajiannya menyimpulkan bahwa bioethanol dengan kompor khusus
terbukti lebih efisien ketimbang kompor kerosin. Temuan ini membuat
Bambang berinisiatif melakukan pengolahan bioethanol sendiri. Sudah
sekitar enam bulan, Bambang memakai bioethanol sebagai bahan bakar untuk
kepentingan dapur rumah tangganya. Ia bisa berhemat sekitar Rp 4 ribu
dibandingkan saat memakai bahan minyak tanah, yang seharinya
mengeluarkan Rp 16 ribu. ”Untuk warga pedesaan, nilai rupiah itu bisa
dimanfaatkan untuk keperluan lain,” ujarnya. Perbandingan penggunaan
bioethanol dan minyak tanah adalah 1:3. Artinya dengan 3 liter minyak
tanah, Anda hanya membutuhkan satu liter bio-ethanol. Dengan volume 100
cc akan membuat api menyala sekitar 30-40 menit. Bambang menceritakan
proses pembuatan bioethanol yang dilakukannya. Menurutnya, bahan baku
bioethanol itu terbagi tiga. Bahan berpati, bahan bergula dan bahan
selulosa. Bahan baku bergula, misalnya adalah tebu, nila, dan aren.
Sedangkan bahan berpati, misalnya ubi kayu, sagu, jagung, biji sogun,
dan kentang manis. Bahan ini umumnya dimakan oleh manusia. ”Oleh ITS
disarankan pengembangan bioethanol itu tidak menggunakan bahan yang
dimakan manusia. Hal itu agar tidak mengganggu ketahanan pangan
nasional,” ujarnya. Untuk penggunaan bahan baku berpati, Bambang memilih
singkong yang tidak dimakan manusia, yaitu singkong yang beracun. Lalu,
ia pun memanfaatkan limbah sagu dan bonggol jagung. Intinya adalah, ia
menghindari bahan baku yang secara langsung dimakan manusia, dan memakai
limbah dari bahan makanan tersebut. ”Proses pembuatan bioethanol itu
tidak lama. Paling yang agak lama adalah proses peragian yang bisa
mencapai 2-3 hari,” kata Bambang. Bambang pun mulai menjelaskan
langkah-langkah yang biasa ia lakukan, dalam membuat bioethanol.
Singkong racun dan kulit pisang itu dihancurkannya, dan dijadikan bubur.
Setelah hancur, bubur itu dicampur ragi agar menghasilkan glukosa.
Proses ini akan menghasilkan bahan baku bergula. ”Nah, bahan bergula
yang disebutkan tadi sebenarnya akan mempersingkat proses pembuatan
bioethanol. Karena kita melewati proses penghancuran dan peragian itu,”
jelasnya. Setelah mendapatkan glukosa, kemudian dilanjutkan dengan
proses fermentasi. Caranya, kembali memberikan ragi ke dalamnya. Dari
proses ini maka diperolehlah bioethanol dengan kadar alkohol rendah.
”Setelah proses ini selesai, kita bisa segera memanfaatkannya sebagai
bahan bakar untuk memasak,” pungkasnya.
BIOETANOL dari PEPAYA
BIOETANOL dari PEPAYA
1. Tujuan
-
Dapat memanfaatkan limbah buah pepaya
-
Dapat menentukan kadar etanol didalam buah
pepaya
2. Dasar teori
Pepaya (Carica
papaya L.), atau betik adalah tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian selatan
dan bagian utara dari Amerika Selatan. Pepaya termasuk kedalam kerajaan
plantae, ordo barssicales, famili caricacease, genus carcica, dengan spesies C.
Pepaya. Di indonesia kata pepaya berasal dari bahasa belanda ,“ papaja”, yang
ada akhirnya mengambil dari bahasa Arawak, “Pepaya”. Dalam bahasa jawa pepaya
di sebut “ kates” dan dalam bahasa sunda “gedang”.
Pepaya memiliki
berbagai manfaat. buahnya dapat dimakan baik saat muda maupun setelah masak,
daunya juga bisa di masak ataupun menjadi sayuran. Getah pepaya (dapat
ditemukan di batang, daun, dan buah) mengandung enzim papain, semacam protease,
yang dapat melunakkan daging dan mengubah konformasi protein lainnya. Papain
telah diproduksi secara massal dan menjadi komoditas dagang. Daun pepaya juga
berkhasiat obat dan perasannya digunakan dalam pengobatan tradisional untuk
menambah nafsu makan.
Selain itu buah
pepaya yang sudah tidak layak untuk jual dapat dimanfaatkan untuk bahan
bioetanol. Dimana pepaya sangat berpotensi besar karena kadar glukosa yang
dimiliki pepaya matang sekitar 10%. Dan kadar ini cukup tinggi untuk dibuat
etanol. Tahapannya dibagi 3 : fermentasi, destilasi dan penentuan kadar etanol.
3 tahap ini harus dilakukan secara berturut-turut. Fermentasi dilakukan dengan
menggunakan ragi roti dengan penambahan pupuk untuk makanan bakteri tersebut
dengan perbandingan 5 % dari bahan.
3. Metedologi praktikum
-
Alat
a.
Timbangan
b.
Gelas ukur
c.
Blender
d.
Baskom
e.
Plastik
f.
Destilator
g.
Alkoholmeter
-
Bahan
a.
Pepaya tidak layak jual
b.
Ragi roti
c.
Urea atau NPK
d.
K2CrO7
e.
Es
-
Prosedur kerja
a.
Fermentasi
1)
Pepaya dikupas lalu di blender sampai halus,
dicatat berapa volume yang didapatkan.
2)
Lalu ditambahkan dengan ragi roti 5% dari volume
pepaya.
3)
Ditambahkan pupuk Urea 2% dari volume pepaya.
4)
Diaduk sampai rata. Setelah itu ditutup rapih
agar tidak ada oksigen yang masuk.
5)
Ditunggu hingga 48 jam sampai tidak ada buih
yang menyertai fermentasi.
6)
Setelah itu hasil fermentasi diperas, diambil
cairannya saja.
b.
Destilasi
1)
Hasil fermentasiyang telah diperas. Didestilasi
dengan menggunakan destilator yang sidah disiapkan.
2)
Ditunggu hingga keluar cairan etanolnya.
3)
Setelah selesai diuvur volume yang didapatkan.
c.
Uji kadar etanol
Jika didapatkan 25 ml etanol hasil destilasi, uji kadar bisa dilakukan
dengan menggunakan piknometer. Atau jika diatas 50 ml bisa menggunakan alkohol
meter. Namun jika didapatkan kurang dari 25 ml bisa manggunakan perhitungan
berat jenis. Bj = W1–W0/W2-W0
4. Hasil pengamatan
Cairan yang didapatkan dar perasan pepaya
adalah 1200 ml
Setelah fermentasi 7 hari didapatkan
cairannya sebanyak 910 ml.
hasil destilasi tidak diketahui.
5. Pembahasan
Pada percobaan
kali ini, bioetanol dibuat dari bahan dasar buah-buahan yang sudah tak layak
untuk dimakan. Bahan dasar yang dipakai adalah pepaya. Sari yang didapatkan pada
saat fermentasi adalah 1200 ml dan setelah fermantasi adalah 910 ml.
pengurangan ini terjadi karena pada saat fermentasi alkohol yang ada didalam
pepaya menguap atau teroksidasi. Selain itu karena setelah hasil penyaringan
fermentasi terlalu lama disimpan membuat pada saat etanol di destilasi tercium
bau yang tidak mengenakan. Padahal meskipun berbau, etanol keluar dari hasil
fermentasi 3ml. bau ini disebabkan adanya bakteri yang berkembang didalam hasil
fermentasi. karena berbau tidak sedap ini akhirnya destilasi di hentikan dan
hasil etanol yang sebenarnya dari fermentasi pepaya tidak diketahui dengan
pasti.
6. Kesimpulan
-
Didapatkan sari pepaya adalah 1200 ml
-
Hasil penyaringan fermentasi pepaya adalah 910
ml
7. Saran
jangan menyimpan hasil fermentasi
pepaya terlalu lama karena pada saaat destilasi nanti akan menimbulkan bau yang
tidak sedap. Setelah selesai fermentasi langsunglah untuk mendestilasinya.
8. Daftar Pustaka
J. Microbiol. Biotech. Res, 2011., 1 (4) :158-163
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
BalasHapusmenyediakan ENZYM GLUCO AMYLASE untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www.tokopedia.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro