Muhammad Makky2, Novialdi3, Dinah Cherie2
1 Penelitian Dibiayai Oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun Anggaran 2009, No. kontrak induk
120/H.16/PL/HB.PSN/IV/2009 berdasarkan DIPA Universitas Andalas NO.
0191.0/023-04.2/III/200
2 Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas
3 Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas
2 Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas
3 Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.
Keterbatasan akses ke energi komersial telah menyebabkan pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi Nasional. Data dari dokumen HDI (Human Development Index) tahun 2005 menyebutkan bahwa konsumsi tenaga listrik/orang di Indonesia masih 463 kWh/cap. Angka ini masih di bawah negara tetangga kita Malaysia, (3.234 kWh/cap), Thailand (1.860 kWh/cap), Filipina (610 kWh/cap), dan Singapura (7.961 kWh/cap).
Sumberdaya energi primer baik energi fosil maupun energi terbarukan yang ada di Indonesia saat ini dapat ditunjukkan dalam tabel 1 berikut. Sumber energi terbarukan, antara lain panas bumi, biomasa, energi surya dan energi angin relative cukup besar. Penggunaan energi sampai saat ini secara ekonomi juga belum optimal, hal ini ditunjukkan oleh elastisitas penggunaan energi yang masih di atas 1 (satu) dan intensitas pemakaian energi yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas rerata dari negara ASEAN. Indonesia memerlukan energi sekitar 4,1 kg setara minyak untuk menghasilkan setiap $1 GDP (GDP per unit of energy use 2000 PPP US$ per kg of oil equivalent). Sedangkan negara-negara lainnya memerlukan kurang dari angka tersebut untuk menghasilkan GDP yang sama.
Kondisi kehidupan yang bergantung pada BBM import yang semakin besar, harga minyak yang cenderung meningkat, subsidi yang sulit dihentikan, dan penggunaan energi yang sangat boros, serta pertumbuhan penduduk masih tinggi, akan membawa kehidupan ke berbagai permasalahan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Apabila kondisi buruk ini (doomsday) terjadi, maka akan sulit untuk memperbaikinya.
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.
Keterbatasan akses ke energi komersial telah menyebabkan pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi Nasional. Data dari dokumen HDI (Human Development Index) tahun 2005 menyebutkan bahwa konsumsi tenaga listrik/orang di Indonesia masih 463 kWh/cap. Angka ini masih di bawah negara tetangga kita Malaysia, (3.234 kWh/cap), Thailand (1.860 kWh/cap), Filipina (610 kWh/cap), dan Singapura (7.961 kWh/cap).
Sumberdaya energi primer baik energi fosil maupun energi terbarukan yang ada di Indonesia saat ini dapat ditunjukkan dalam tabel 1 berikut. Sumber energi terbarukan, antara lain panas bumi, biomasa, energi surya dan energi angin relative cukup besar. Penggunaan energi sampai saat ini secara ekonomi juga belum optimal, hal ini ditunjukkan oleh elastisitas penggunaan energi yang masih di atas 1 (satu) dan intensitas pemakaian energi yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas rerata dari negara ASEAN. Indonesia memerlukan energi sekitar 4,1 kg setara minyak untuk menghasilkan setiap $1 GDP (GDP per unit of energy use 2000 PPP US$ per kg of oil equivalent). Sedangkan negara-negara lainnya memerlukan kurang dari angka tersebut untuk menghasilkan GDP yang sama.
Kondisi kehidupan yang bergantung pada BBM import yang semakin besar, harga minyak yang cenderung meningkat, subsidi yang sulit dihentikan, dan penggunaan energi yang sangat boros, serta pertumbuhan penduduk masih tinggi, akan membawa kehidupan ke berbagai permasalahan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Apabila kondisi buruk ini (doomsday) terjadi, maka akan sulit untuk memperbaikinya.
Tujuan yang ingin dicapai pada pelaksanaan ini adalah menghasilkan alat destilasi bio ethanol yang dilengkapi dengan sistem pendingin air dan menggunakan sumber energi listrik
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada laboratorium bengkel, jurusan teknik pertanian, Universitas Andalas dari bulan Juni 2009 sampai dengan Oktober 2009.
Desain alat-alat mesin pertanian meliputi pemahaman terhadap variabel kondisi lapangan dan faktor lain yang mempengaruhi kinerja mesin termasuk lingkungan dan ergonomik. Mesin dalam operasional harus dapat dipercaya, ekonomis dan memiliki kenyaman kerja oleh petani. Analisa desain melibatkan aplikasi dari teori hukum mekanik, kekuatan bahan dan prinsip-prinsip perekayasaan lainnya disamping pemahaman terhadap soil karakteristik, morfologi tanaman. Perancang mesin-mesin pertanian harus mengintegrasikan analisa desain dan hasil investigasi eksperimen yang mana mesin tersebut mudah dalam pembuatan, mudah perawatan, ketersedian material. Selanjutnya dikatakan desain alat mesin pertanian melibatkan multi disiplin yaitu produk desain, pengembangan, pengujian dan modifakasi sebelum produksi untuk komersial.
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O (C6H10O5)n —————N C6H12O6 (2)
Enzyme (pati) (glukosa)
Penelitian dilaksanakan pada laboratorium bengkel, jurusan teknik pertanian, Universitas Andalas dari bulan Juni 2009 sampai dengan Oktober 2009.
Desain alat-alat mesin pertanian meliputi pemahaman terhadap variabel kondisi lapangan dan faktor lain yang mempengaruhi kinerja mesin termasuk lingkungan dan ergonomik. Mesin dalam operasional harus dapat dipercaya, ekonomis dan memiliki kenyaman kerja oleh petani. Analisa desain melibatkan aplikasi dari teori hukum mekanik, kekuatan bahan dan prinsip-prinsip perekayasaan lainnya disamping pemahaman terhadap soil karakteristik, morfologi tanaman. Perancang mesin-mesin pertanian harus mengintegrasikan analisa desain dan hasil investigasi eksperimen yang mana mesin tersebut mudah dalam pembuatan, mudah perawatan, ketersedian material. Selanjutnya dikatakan desain alat mesin pertanian melibatkan multi disiplin yaitu produk desain, pengembangan, pengujian dan modifakasi sebelum produksi untuk komersial.
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O (C6H10O5)n —————N C6H12O6 (2)
Enzyme (pati) (glukosa)
(C6H12O6)n —- 2 C2H5OH + 2 CO2. (3)
(glukosa) yeast (ragi) (ethanol)
Selain ethanol/bio-ethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bio-ethanol dari selulosa tidak perlu direkomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bio-ethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan.
Definisi kadar alkohol atau ethanol/bio-ethanol dalam % (persen) volume adalah “volume ethanol pada temperatur 15 0C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan ethanol pada temperatur tertentu (pengukuran).“ Berdasarkan BKS Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5 0C dan kadarnya 95,5% pada temperatur 27,5 0C atau 96,2% pada temperatur 15 0C (Wasito, 1981).
Selain ethanol/bio-ethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bio-ethanol dari selulosa tidak perlu direkomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bio-ethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan.
Definisi kadar alkohol atau ethanol/bio-ethanol dalam % (persen) volume adalah “volume ethanol pada temperatur 15 0C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan ethanol pada temperatur tertentu (pengukuran).“ Berdasarkan BKS Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5 0C dan kadarnya 95,5% pada temperatur 27,5 0C atau 96,2% pada temperatur 15 0C (Wasito, 1981).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagai bahan baku BBN singkong diolah menjadi bio-etanol pengganti premium. Singkong merupakan salah satu sumber pati. Pati merupakan senyawa karbohidrat yang komplek. Sebelum difermentasi pati diubah menjadi glukosa,karbohidrat yang lebih sederhana. Dalam penguraian pati memerlukan bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan ini akan menghasilkan enzim alfaamilase dan glikoamilase yang akan berperan dalam mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana. Setelah menjadi gula baru difermentasi menjadi etanol.
Sebelum difermentasi menjadi etanol pati yang dihasilkan dari umbi singkong terlebih dahulu diubah menjadi glukosa dengan bantuan cendawan Aspergillus sp. Melakukan destilasi atau penyulingan untuk memisahkan etanol dari air dengan cara memanaskan pada suhu 78° C atau setara titik didih etanol sehinnga etanol akan menguap dan mengalirkannya melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
Sebagai bahan baku BBN singkong diolah menjadi bio-etanol pengganti premium. Singkong merupakan salah satu sumber pati. Pati merupakan senyawa karbohidrat yang komplek. Sebelum difermentasi pati diubah menjadi glukosa,karbohidrat yang lebih sederhana. Dalam penguraian pati memerlukan bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan ini akan menghasilkan enzim alfaamilase dan glikoamilase yang akan berperan dalam mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana. Setelah menjadi gula baru difermentasi menjadi etanol.
Sebelum difermentasi menjadi etanol pati yang dihasilkan dari umbi singkong terlebih dahulu diubah menjadi glukosa dengan bantuan cendawan Aspergillus sp. Melakukan destilasi atau penyulingan untuk memisahkan etanol dari air dengan cara memanaskan pada suhu 78° C atau setara titik didih etanol sehinnga etanol akan menguap dan mengalirkannya melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
Gambar 1. Proses Destilasi Pemurnian Ethanol
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan
tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut diperlukan etanol dengan
kadar 99% atau disebut etanol kering sehingga memerlukan destilasi
absorbent. Destilasi absorbent dilakukan dengan cara etanol 95%
dipanaskan dengan suhu 100° C sehingga etanol dan air akan menguap. Uap
tersebut dilewatkan pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.
Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga hingga diperoleh etanol
dengan kadar 99 %. Sepuluh liter etanol 99% membutuhkan 120 – 130 liter
bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.
Gambar 2. Proses Destilasi Lanjutan Untuk Menghasilkan Fuel Grade Ethanol
Pada penelitian ini, telah dihasilkan
alat destilasi sederhana yang memiliki pengaturan suhu menggunakan dimer
dan termostat, yang dilengkapi dengan system pendingin air
Gambar 3. Hasil Rancang Bangun Alat Destilasi Bio-Ethanol Sederhana
Alat yang dihasilkan mampu menampung
bahan yang akan didestilasi sebanyak 1500ml, dan dilengkapi dengan
pengatur suhu, Thermostat dan dimmer, sehingga suhu proses destilasi
dapat diatur secara manual. Alat dilengkapi dengan pemanas elektrik
berdaya 350 watt, alat juga dilengkapi dengan system pendingin air untuk
menurunkan suhu uap ethanol pada proses destilasi. Walaupun demikian,
Hasil destilasi bioethanol yang diperoleh masih belum optimal. Hal ini
disebabkan kadar Air pada larutan masih tinggi. Kadar bio ethanol yang
didestilasi menggunakan alat ini dapat ditingkatkan hingga diperoleh
kadar alcohol sebanyak 60%. Namun demikian, kapasitas alat ini kurang
memadai, dimana kapasitas kerjanya adalah 6 liter/jam.
Pada penelitian ini, pembuatan Bio Etnol dilakukan dengan menggunakan bahan baku Singkong, Jagung dan Tebu
Pada penelitian ini, pembuatan Bio Etnol dilakukan dengan menggunakan bahan baku Singkong, Jagung dan Tebu
KESIMPULAN DAN SARAN
Bio Ethanol yang dihasilkan pada
penelitian ini terbuat dari bahan baku singkong, Tebu dan jagung, di
olah menggunakan cara tradisional sehingga dapat diterapkan di daerah
setempat tanpa membutuhkan peralatan khusus. Pada proses fermentasi
digunakan Ragi Saccharomyces yang banyak tersedia di masyarakat. Proses
fermentasi dilakukan dengan metode pasteurisasy, lalu ditambahkan ragi
yang mengandung Saccharomyces. Bioethanol terbentuk setelah fermentasi
berjalan 5 hari, lalu di destilasi untuk meningkatkan kadar ethanol
dalam larutan. Rata-rata dari 10 kilogram bahan baku diperoleh 3 liter
Bio Ethanol berkadar ±60%, yang dapat dipergunakan sebagai pengganti
minyak tanah pada kompor dan lampu Bio Ethanol.
Destilasi dilakukan menggunakan alat destilasi yang telah di sesuaikan dengan proses destilasi Bio Ethanol. Alat destilasi yang dihasilkan mampu menampung bahan yang akan didestilasi sebanyak 1500ml, dan dilengkapi dengan pengatur suhu, Thermostat dan dimmer, sehingga suhu proses destilasi dapat diatur secara manual. Alat dilengkapi dengan pemanas elektrik berdaya 350 watt, alat juga dilengkapi dengan system pendingin air untuk menurunkan suhu uap ethanol pada proses destilasi. Walaupun demikian, Hasil destilasi bioethanol yang diperoleh masih belum optimal. Hal ini disebabkan kadar Air pada larutan masih tinggi. Kadar bio ethanol yang didestilasi menggunakan alat ini dapat ditingkatkan hingga diperoleh kadar alcohol sebanyak ±60%. Namun demikian, kapasitas alat ini kurang memadai, dimana kapasitas kerjanya adalah 6 liter/jam.
Destilasi dilakukan menggunakan alat destilasi yang telah di sesuaikan dengan proses destilasi Bio Ethanol. Alat destilasi yang dihasilkan mampu menampung bahan yang akan didestilasi sebanyak 1500ml, dan dilengkapi dengan pengatur suhu, Thermostat dan dimmer, sehingga suhu proses destilasi dapat diatur secara manual. Alat dilengkapi dengan pemanas elektrik berdaya 350 watt, alat juga dilengkapi dengan system pendingin air untuk menurunkan suhu uap ethanol pada proses destilasi. Walaupun demikian, Hasil destilasi bioethanol yang diperoleh masih belum optimal. Hal ini disebabkan kadar Air pada larutan masih tinggi. Kadar bio ethanol yang didestilasi menggunakan alat ini dapat ditingkatkan hingga diperoleh kadar alcohol sebanyak ±60%. Namun demikian, kapasitas alat ini kurang memadai, dimana kapasitas kerjanya adalah 6 liter/jam.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja K, Hikmat H. 2001. PRA :
Participatory Research Appraisal Dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada
Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press
Alwi T. 2000. Kebijaksanaan Pengembangan Masyarakat Daerah Berbasis Teknologi Pertanian. Di dalam bahan Seminar Nasional : Peranan Teknologi Pertanian untuk Mendukung Otonomi Daerah. Bogor. 24 Oktober 2000. IPB Bogor.
Ardi, N. 2002. Pemberdayaan Kelembagaan Adat dalam Meningkatkan Produktifitas Lahan Komunal dan Implementasinya terhadap Perkembangan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Tanah Datar. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Arief Yudiarto. 2007. Periset di Balai Besar Teknologi Pati. Trubus
Aneka Industri. 2009. http://www.aneka_industry.com
Badan Agribisnis Deptan, Fakultas Pertanian IPB. 1999. Model Pengembangan Agribisnis-Agroindustri Wilayah di Propinsi DT I Sulawesi Tenggara. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupten Solok. 2004. Kabupaten Solok Dalam Angka 2004. Aro Sukarami. BPS Solok.
BPPT. 2005. Kajian Lengkap Prospek Pemanfaatan Biodiesel Dan Bioethanol Pada Sektor Transportasi Di Indonesia. Jakarta.
Balai Besar Teknologi Pati-BPPT. 2005. Kelayakan Tekno-Ekonomi Bio-Ethanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan. Jakarta.
Bappeda Sumbar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Barat. 2000. Konsep Pengembangan Ekonomi Rakyat di Sumatera Barat Tahun 2000-2004. Padang, Bappeda Sumbar
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (PEN) 2005 – 2025, Departemen Energi Sumber Daya Mineral
C Tri Kusumastuti. 2007. Singkong Sebagai Salah Satu Sumber Bahan Bakar Nabati (BBN). UNIVERSITAS GADJAH MADA. Yogyakarta
Daryanto A. 2004. Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagai Modal Sosial Pembangunan. http://www.mma.ipb.ac.id/agrimedia/ [02-07-2006]
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2005. Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Jakarta
Departemen Pertanian. 2005. Program Kerja Revitalisasi Pertanian
Duryatmo, S. 2008. Kilang Minyak Diteras Rumah. Trubus Edisi 463. Juni 2008. XXXIX. Jakarta
Gede Wenten. 2009. Terowongan Pengatrol Kadar Etanol. Teknologi Kimia Institut Teknologi Bandung.
Harun AM, Adi S. 2002. Penerapan Teknologi Madya Dalam Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Pertanian (Agroindustri). Di dalam : Sudaryanto T, Rusastra IW, Syam A, Ariani M, editor : Analisis Kebijakan : Paradigma Pembangunan dan Kebijakan Pengembangan Agroindustri. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Indyah Nurdyastuti. 2006. Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak, TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL. Jakarta
Kebijakan Energi Nasional 2003 – 2020, Departemen Energi Sumber Daya Mineral, 24 Februari 2004.
Kajian Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Indonesia Tahun 2020, Kementerian Negara Riset dan Teknologi – Komite Nasional Indonesia-World Energy Council (KNI-WEC)
Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional IPTEK 2005 – 2009, Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Kementerian Negara Ristek RI. 2006. BUKU PUTIH Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025. INDONESIA 2005 – 2025. Jakarta
Lukman M Baga. 2007. Penguatan Kelembagaan Koperasi Petani Untuk Revitalisasi Pertanian
Ă–rtengen K. 2003. The Logical Framework Approach.Stockholm. Swedish International Develepment Cooperation Agency. http://www.sida.se/publications [08-05-2005]
Prihandana, R., dkk. 2007. Bio Ethanol Singkong: Bahan Bakar Masa Depan. Agromesia Pustaka. Jakarta
Sutijastoto. 2005. Kebijakan Energi Mix. Jakarta
Syahyuti. 2007. Analisa Strategi Pengembangan Kelembagaan Pembangunan Pertanian Dalam Rancangan RPPK 2005-2025. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor
Vina Fitriani. 2008. Trubus
Visi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2025, Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Wayan Suarja. 2007. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Program Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Usaha Menengah. Konvensi Nasional Media Massa Se Indonesia. Samarinda
Wikipedia. 2009. http://www.wikipedia_indonesia.co.id
Yuli Setyo Indartono. 2006. ”Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Bio Energy. Divisi Teknologi Energi INDENI. Graduate School of Science and Technology, Kobe University, Jepang
Zen. 2009. Petromax lantern: BriteLyt multi-fuel Lanterns and Stoves. http://www.petromax.com. USA
Alwi T. 2000. Kebijaksanaan Pengembangan Masyarakat Daerah Berbasis Teknologi Pertanian. Di dalam bahan Seminar Nasional : Peranan Teknologi Pertanian untuk Mendukung Otonomi Daerah. Bogor. 24 Oktober 2000. IPB Bogor.
Ardi, N. 2002. Pemberdayaan Kelembagaan Adat dalam Meningkatkan Produktifitas Lahan Komunal dan Implementasinya terhadap Perkembangan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Tanah Datar. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Arief Yudiarto. 2007. Periset di Balai Besar Teknologi Pati. Trubus
Aneka Industri. 2009. http://www.aneka_industry.com
Badan Agribisnis Deptan, Fakultas Pertanian IPB. 1999. Model Pengembangan Agribisnis-Agroindustri Wilayah di Propinsi DT I Sulawesi Tenggara. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupten Solok. 2004. Kabupaten Solok Dalam Angka 2004. Aro Sukarami. BPS Solok.
BPPT. 2005. Kajian Lengkap Prospek Pemanfaatan Biodiesel Dan Bioethanol Pada Sektor Transportasi Di Indonesia. Jakarta.
Balai Besar Teknologi Pati-BPPT. 2005. Kelayakan Tekno-Ekonomi Bio-Ethanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan. Jakarta.
Bappeda Sumbar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Barat. 2000. Konsep Pengembangan Ekonomi Rakyat di Sumatera Barat Tahun 2000-2004. Padang, Bappeda Sumbar
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (PEN) 2005 – 2025, Departemen Energi Sumber Daya Mineral
C Tri Kusumastuti. 2007. Singkong Sebagai Salah Satu Sumber Bahan Bakar Nabati (BBN). UNIVERSITAS GADJAH MADA. Yogyakarta
Daryanto A. 2004. Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagai Modal Sosial Pembangunan. http://www.mma.ipb.ac.id/agrimedia/ [02-07-2006]
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2005. Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Jakarta
Departemen Pertanian. 2005. Program Kerja Revitalisasi Pertanian
Duryatmo, S. 2008. Kilang Minyak Diteras Rumah. Trubus Edisi 463. Juni 2008. XXXIX. Jakarta
Gede Wenten. 2009. Terowongan Pengatrol Kadar Etanol. Teknologi Kimia Institut Teknologi Bandung.
Harun AM, Adi S. 2002. Penerapan Teknologi Madya Dalam Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Pertanian (Agroindustri). Di dalam : Sudaryanto T, Rusastra IW, Syam A, Ariani M, editor : Analisis Kebijakan : Paradigma Pembangunan dan Kebijakan Pengembangan Agroindustri. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Indyah Nurdyastuti. 2006. Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak, TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL. Jakarta
Kebijakan Energi Nasional 2003 – 2020, Departemen Energi Sumber Daya Mineral, 24 Februari 2004.
Kajian Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Indonesia Tahun 2020, Kementerian Negara Riset dan Teknologi – Komite Nasional Indonesia-World Energy Council (KNI-WEC)
Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional IPTEK 2005 – 2009, Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Kementerian Negara Ristek RI. 2006. BUKU PUTIH Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025. INDONESIA 2005 – 2025. Jakarta
Lukman M Baga. 2007. Penguatan Kelembagaan Koperasi Petani Untuk Revitalisasi Pertanian
Ă–rtengen K. 2003. The Logical Framework Approach.Stockholm. Swedish International Develepment Cooperation Agency. http://www.sida.se/publications [08-05-2005]
Prihandana, R., dkk. 2007. Bio Ethanol Singkong: Bahan Bakar Masa Depan. Agromesia Pustaka. Jakarta
Sutijastoto. 2005. Kebijakan Energi Mix. Jakarta
Syahyuti. 2007. Analisa Strategi Pengembangan Kelembagaan Pembangunan Pertanian Dalam Rancangan RPPK 2005-2025. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor
Vina Fitriani. 2008. Trubus
Visi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2025, Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Wayan Suarja. 2007. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Program Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Usaha Menengah. Konvensi Nasional Media Massa Se Indonesia. Samarinda
Wikipedia. 2009. http://www.wikipedia_indonesia.co.id
Yuli Setyo Indartono. 2006. ”Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Bio Energy. Divisi Teknologi Energi INDENI. Graduate School of Science and Technology, Kobe University, Jepang
Zen. 2009. Petromax lantern: BriteLyt multi-fuel Lanterns and Stoves. http://www.petromax.com. USA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar